Syariahkah Bank Syariah?
Tantangan perbankan syariah di
Indonesia cukup berat, selain disebabkan belum adanya regulasi khusus
yang mengatur bank syariah, kendala eksternal
dan internal yang dihadapi perbankan syariah cukup beragam. Kendala
eksternal pada perbankan syariah berupa keraguan dari sebagian tokoh Islam atas
kemampuan bank syariah untuk mengimplementasikan sistem ekonomi Islam dan
bersaing dengan bank konvensional. Selain itu, sudah
menjadi rahasia umum, bahwa keberadaan suatu bank syariah lebih banyak ditopang
oleh bank induk. Hal itu memang bisa dimaklumi. Akan tetapi, keadaan ini juga
menimbulkan keraguan bagi masyarakat atas kemurnian sistem syariah yang
dijalankan. Sehingga muncul pertanyaan, bagaimana mau syariah, lah wong modalnya
bercampur dengan bank konvensional yang sistemnya tidak menerapkan prinsip
syariah atau apakah sistem perbankan syari’ah di Indonesia benar telah
menjalankan prinsip sesuai syariah Islam?
Beberapa kelompok masyarakat
yang mempersoalkan hal tersebut pada dasarnya memiliki pengetahuan yang cukup
tentang syariat agama Islam dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Persoalan
yang diajukan meliputi beberapa hal pokok, diantaranya: praktek bisnis bank
syari’ah selama ini sebenarnya dapat dianggap masih didasarkan pada sistem
ribawi, karena prinsip bagi hasil melalui sistem mudharabah, musyarakah maupun
murabahah dalam praktiknya tidak berbeda dengan sistem yang dilakukan perbankan
konvensional. Sehingga dianggap oleh mereka bahwa sistem perbankan syari’ah
yang dipraktekkan masyarakat Islam sebenarnya belum didasarkan pada prinsip
ekonomi Islam oleh karena sistem yang berlaku tidak lain hanyalah merupakan
diversifikasi sistem perbankan ribawi yang berlandaskan pada prinsip kapitalis
yang belum Islami, dalam tanda kutip.
Sehingga tantangan yang
dihadapi perbankan syari’ah di Indonesia cukup berat, karena praktek bank-bank
Islam menunjukkan bahwa mereka tidak mampu menghapus bunga dari transaksi
mereka, yang dipraktekkan dengan berbagai samaran dan nama. Tidak ada alasan
yang baik untuk percaya bahwa ekonomi Islam telah mengembangkan sebuah metode
yang bebas dari bunga karena pada berbagai kesempatan dasar dari sistem
perbankan modern masih dipraktekkan.
Perbankan syari’ah dan Bank Indonesia
harus mampu mencari dan membuat format atau pendekatan yang benar-benar sesuai
dengan amanat ekonomi syari’at, agar masyarakat kebanyakan tidak menjadi korban
keyakinannya akibat ketidaktahuan mereka oleh karena kepentingan pihak-pihak
yang kurang bertanggung jawab. Sehingga mekanisme penanganan yang perlu
dilakukan adalah pentingnya pendalaman tentang perbankan syari’ah bagi
pengelola berdasarkan syari’at Islam, kemudian sosialisasi program secara
intensif, perlunya transparansi kegiatan, perlunya pembenahan sumber daya
insani yang ikhlas, jujur dan professional, maupun penerapan teknologi yang
sesuai syari’at.
Mensyariahkan Bank Syariah
Mensyariahkan perbankan
syariah di Indonesia bukanlah perkara mudah, hal ini karena sistem perbankan
syari’ah dalam praktek bisnisnya masih dikoordinasi oleh Bank Sentral, sehingga
perbankan syari’ah di Indonesia telah menjadi bagian integral/manunggal dari
sistem perbankan yang sifatnya adalah ribawi. Dan secara umum, dapat dikatakan
bahwa perbankan syariah di Indonesia belum bisa menjalankan fungsinya secara
syariah, baik dari segi manajemen maupun aktifitasnya.
Peranan pemerintah sangat
instrumental terhadap perbankan dan lembaga keuangan Islam. Pemerintahan
Indonesia patut mencontoh sebuah negara Islam yaitu Pakistan, yang pada tahun
1979, menghapuskan sistem tiga lembaga keuangan non-bank untuk diganti dengan
sistem non ribawi. Dan pada tahun 1981, pemerintahan Pakistan mengeluarkan UU
perusahaan mudharabah dan murabahah, yang memungkinkan beroperasinya 7.000
cabang bank konvensional di seluruh Pakistan berdasarkan syariah.
Tidak mudah memang bagi Pemerintahan Indonesia
untuk mengeluarkan UU perusahaaan mudharabah dan murabahah seperti di negara
Pakistan atau UU Keuangan Syariah/Muamalat yang mengatur sistem perbankan Islam
di Indonesia, oleh karena itu, maka perjuangan politik, termasuk formalisasi
syariat Islam, tidak saja diperlukan, tetapi juga mungkin dilaksanakan dengan
bukti-bukti empiris. Pada dasarnya ada tiga prosedur yang perlu ditempuh dalam
pelaksanaan syariat Islam, khususnya dibidang ekonomi. Pertama, adalah prosedur
ilmiah, melalui proses rasionalisasi dan objektivasi. Kedua, kontekstualisasi
budaya dan masyarakat. Dan ketiga, harus diperjuangkan secara demokratis. Dalam
perjuangan demokratis tersebut, diperlukan perjuangan politik, termasuk dalam
proses legislasi syariah menjadi hukum positif. karena
cara ini insyaAllah akan/menjadikan perbankan Islam bisa berjalan secara
independen dan otonom. Dan perbankan syariah di Indonesia dapat terpisahkan
dari sistem perbankan konvensional yang sifatnya adalah ribawi. Hanya saja
karena persoalan yang dihadapi sangat kompleks, penulis setuju jika penerapan
syariat dalam muamalat itu dilaksanakan secara bertahap.