Wednesday, June 17, 2009

Penghimpunan Dan Pendayagunaan Zakat

 PENDAHULUAN

Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat.
Zakat memiliki dua fungsi penting dalam kehidupan umat. Pertama, zakat merupakan perintah Tuhan sehingga mengerjakannya adalah sebuah ibadah (hablum minallah), yang kedua juga mempunyai peranan meningkatkan kesejahteraan umat (hablum minannas).
Pada kenyataannya penyaluran dengan sistem tersebut di atas, tidak bisa menjadi sebuah problem solving dalam peningkatan kesejahteraan umat ataupun mampu mengentaskan kemiskinan. Dengan salah satu pertimbangan tersebut, maka pemerintah membuat inisiatif untuk menggagas pengelolaan zakat oleh negara, dengan tujuan untuk meningkatkan peran negara dalam mengelola zakat dalam rangka efektifitas penyaluran zakat sehingga peranan zakat memang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya.
Maka dikeluarkanlah Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan harapan apabila zakat dikelola secara rapi dan profesional maka zakat memang benar-benar bisa menjadi sumber dana umat yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Di dalam sejarah Islam terdapat fakta-fakta sejarah yang menunjukkan bahwa pengelolaan zakat oleh negara bukanlah hal yang baru, malahan negara mempunyai peranan penting dalam mengelola zakat. Sejak zaman Nabi, al-Khulafa ar-Rasyidun bahkan sampai dinasti Abbasiyah, negara mempunyai peranan dalam pengelolaan zakat. Di dalam literatur fiqih badan pengelola tersebut lebih biasa dikenal dengan amil zakat dan baitul mal.
Didalam malkalah ini akan dibahas permaslahan yang berkaitan dengan penghimpunan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat dilihat dari segi hukum islam dan hukum kenegaraan (undang-undang)

PEMBAHASAN
A. Badan Amil dan Tugasnya
Amil adalah seseorang yang bertugas untuk mengurus zakat. Menurut ulama madzhab hanafi amil adalah orang yang telah ditetapkan oleh imam/ pemerintah untuk memungut zakat.
Menurut Madzhab Maliki Amil zakat merupakan para pengurus zakat seperti orang yang menarik zakat, yang menulis, yang membagi-bagi zakat, dan orang yang menjaga harta zakat, orang yang mengurusi zakat tersebut berhak menerima zakat meskipun dia kaya, dan apabila dia fakir maka dia berhak mendapatkan zakat dengan dua macam sifat. Adapun syarat syarat untuk menjadi amil zakat hendaknya ia merdeka, beragama islam dan mengerti tentang hukum-hukum zakat, dan bukan dari keturunan bani hasyim (keluarga rosulullah). Namun apabila imam atau penguasa mengangkat budak atau keturunan bani hasyim sebagai amil zakat, maka pengangkatan itu sah, namun mereka tidak berhak menerima zakat, dan ia diberi upah dari baitul mal, bukan dari harta zakat.
Menurut Madzhab Syafi’i yang dimaksud dengan Amil zakat atau pengurus zakat adalah orang yang ada sangkut pautnya dengan pemasukan zakat, yaitu orang yang memungut/ menarik zakat, orang yang menulis zakat, orang yang menjaga harta zakat dan orang yang membagikannya. Amil zakat berhak menerima harta zakat sekedar upah pekerjaannya.
Menurut Madzhab Hambali Amil zakat adalah setiap orang yang dibutuhkan untuk menghasilkan zakat.
Menurut penjelasan Undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, yang dimaksud dengan Amil zakat ialah pengeola zakat yang diorganisasikan dalam suatu badan atau lembaga.
Menurut Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 Tentang pelaksanaan undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama islam.
Adapun tugas dari badan amil zakat meliputi penghimpunan zakat dari masyarakat, dan mendistribusikan kembali kepada para mustahiq di lingkungan tersebut, serta tugas-tugas turunan seperti pencatatan, pemeliharaan, dan melakukan investigasi untuk menentukan orang-orang yang berhak menerima zakat serta orang-orang yang harus membayar zakat. Amil zakat juga bertugas memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang hukum zakat.

B. Penghimpunan Zakat
Pada perinsipnya penghimpunan zakat merupakan tugas dari amil zakat. Seperti yang difirmankan allah dalam al-qur’an :
Artinya : ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At Taubah: 103)
Kewajiban membayar zakat tidaklah semata-mata diserahkan kepada kesadaran para muzakki, namun juga menjadi tangung jawab petugas penghimpun zakat/ amil. Pada masa Rasulullah dan para sahabatnya, penghimpunan zakat dilakukan oleh amil zakat dengan memungut/menagih dari para muzakki. Hal ini dilakukan mengingat kedudukan zakat yang cukup signifikan dalam ajaran islam. Bahkan islam menyerukan perang terhadap kaum yang enggan membatar zakat, seperti yang terjadi pada masa awal pemerintahan khalifah abu bakkar.
Dalam UU No 38 Tahun 1999 Pasal 12, penghimpunan zakat dilakukan oleh amil zakat dengan cara memerima zakat dari paramuzakki atau dengan memungutnya dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
Menurut jamal doa pemungutan zakat atas dasar pemberitahuan muzakki seperti yang disebutkan dalam UU diatas menunjukkan kelemahan dari undang-undang tersebut, sebab didalam undang-undang tersebut tidak memiliki daya paksa untuk mengambi zakat dari muzakki. Padahal jika dilihat dari sejarah islam, pada masa pemerintahan khalifah abu bakkar, perang melawan orang-orang yang enggan membayar zakat merupakan sebuah prioritas utama.
Pada sisi penghimpunan, banyak aspek yang harus dilakukan, seperti aspek penyuluhan, edukasi, dan lainnya. Aspek ini menduduki fungsi kunci untuk keberhasilan penghimpunan dana ZIS. Karena itu, setiap sarana harus dimanfaatkan secara optimal.
Salah satu sarana yang bisa dimanfaatkan adalah seperti medium khutbah jumat, majelis taklim, surat kabar, majalah, brosur-brosur yang sifatnya praktis yang berisikan tentang harta yang harus dizakati dan cara perhitungannya, akan sangat membantu usaha sosialisasi ZIS ini.


C. Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat
Sesuai dengan ketentuan islam, zakat yang berhasil dikumpulkan oleh amil zakat, akan di distribusikan kembali kepada para mustahiq yang berjumlah delapan ashnaf. Adapun pendistribusian dan pendayagunaan zakat merupakan tanggung jawab yang di bebankan kepada amil zakat.
Pada sisi pendistribusian dan pendayagunaan Zakat, perlu diperhatikan kembali beberapa hal antara lain aspek pengumpulan dan pengolahan data mustahik (orang-orang yang berhak) perlu diperhatikan terlebih dahulu untuk menetapkan mustahik yang akan mendapatkannya dan penetapan skala prioritasnya.
Pendayagunaan zakat dapat dilakukan dengan metode konsumtif dan dapat pula dengan metode produktif, seperti yang disebutkan dalam Pasal 16 UU No. 38 th 1999. Pemanfaatan zakat dengan jalan konsumtif ini dilakukan dengan memberikan harta zakat untuk kepentingan sehari hari. Menurut yusuf qardawi penyaluran semacam ini hendaknya dilakukan apabila mustahiq zakat merupakan orang yang sudah tidak mampu bekerja lagi (karena jompo, cacat, sakit, dll).
Namun bagi mustahiq yang masih mampu bekerja, penyaluran zakatnya hendaknya berupa zakat produktif, yaitu dengan memberikan modal usaha atau peralatan kerja sehingga mereka dapat keluar dari jeratan kemiskinan. seperti yang menjadi tujuan utama zakat, yaitu agar kaum yang pada mulanya menjadi mustahiq zakat, pada tahun berikutnya dapat menjadi muzakki.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa keberhasilan amil zakat bukan ditentukan oleh besarnya zakat yang berhasil dihimpun atau didayagunakan, melainkan juga pada sejauh mana para mustahik (yang mendapatkan ZIS produktif) dapat meningkatkan kegiatan usaha ataupun pekerjaannya.
Pada perinsipnya arah kebijakan pendayagunaan zakat yang dilakukan oleh badan amil zakat mengacu pada pendaya gunaan zakat secara produktif, yaitu dengan memberikan bantuan modal usaha dan jga bantuan biaya pendidikan, sebagai investasi jangka panjang dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia.
Aspek monitoring dan pembinaan kepada para mustahik juga perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari amil zakat. Amil zakat jiga harus memberikan laporan yang transparan sehingga dapat diketahui oleh para muzakki maupun masyarakat secara keseluruhan mengenai pemanfaatan dan pendayagunaan dana zakat tersebut.

KESIMPULAN
Adanya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat ini, merupakan suatu langkah positif yang dilakukan oleh pemerintah. Dikarenakan dalam hal ini pemerintah ikut berperan langsung dalam mensukseskan ataupun berperan dalam menjalankan tegaknya perintah agama. Disamping zakat memang juga bisa menjadi salah satu solusi alternatif dalam membangun kesejahteraan masyarakat ataupun dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Namun keberadaan undang-undang tersebut masih memiliki beberapa kelemahan di dalam pelaksanaannya. Seperti tidak adanya ketegasan hukum bagi orang oran yang engggan membayar zakat. Sehingga undang-undang tersebut hanyalah sebuah konsep teoritis yang tidak memiliki kekuatan hukum untuk memaksa mustahiq agar mengeluarkan zakatnya.


No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda Di Sini