Friday, September 23, 2011

IKHTIAR DAN TAKDIR (ANTARA KETETAPAN TUHAN DAN PILIHAN BEBAS MANUSIA)

ANTARA KETETAPAN TUHAN DAN KEHENDAK BEBAS MANUSIA
Oleh : Saiful Amiq (Ketum HMI Kom. Syari’ah 2010-2011)

Manusia merupakan puncak dari penciptaan Tuhan dan mahluk-Nya yang paling sempurna. Untuk itu manusia mengemban amanah sebagai khalifah dimuka bumi untuk mengelolanya. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas segala aktifitas yang ia lakukan dimyuka bumi.
Secara asasi manusia merupakan mahluk merdeka. Merdeka dalam artian ia bebas melakukan pilihan-pilihan terhadap segala hal yang kemudian akan ia pertanggungjawabkan. Karena indifidu adalah penanggungjawab mutlak atas perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi adalah haknya yang asasi. Adalah suatu hal yang aneh ketika manusia diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya atas dasar paksaan, bukan karena kehendak bebasnya.
Dalam Islam (Rukun Iman) mengenal adanya konsep Qadha dan Qadar (Takdir Ilahi). Seringkali konsep ini dipahami bahwa segala hal yang berkaitan dengan manusia adalah hak perogratif Tuhan dan telah ditentukan sebelumnya, termasuk didalamnya segala perbuatan manusia, rizki, jodoh, bahkan permasalahan apakah ia penghuni surga atau neraka.
Jika demikian maka kemerdekaan manusia telah dinafikan, maka untuk apa lagi manusia harus berikhtiar. Dan pantaskah mahluk yang tidak memiliki kemerdekaan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dilakukan atas dasar ”keterpaksaan”..?? lalu dimana letak keadilan Tuhan..?
Kata Qadha dan Qadar secara lughawi memiliki beberapa pengertian, diantaranya ; Kata Qadha dapat bermakna ”Hukum/ Keputusan” (Q.S An-Nisaa : 65), Qadha dapat bermakna ”Kehendak” (Q.S Ali Imron : 47). Kata Qadar bermakna ”Ukuran” (Q.S Al-Hijr : 21), Qadar dapat dipahami sebagai ukuran sesuatu/ menjadikan sesuatu pada ukuran tertentu/ menciptakan sesuatu dengan ukurannya yang ditentukan.
Maka yang dimaksud dengan Qadar (Takdir) Ilahi adalah bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu serta telah menentukan/ menetapkan kadar dan ukurannya masing-masing dari segi kualitas, kuantitas, ruang dan waktu. Dan hal tersebut dapat terwujud dalam rangkaian sebab-sebab/ syarat. Sedangkan Qadha Ilahi adalah sampainya sesuatu kepada kepastian akan wujudnya setelah terpenuhinya sebab-sebab/ syarat sesuatu tersebut. Berdasarkan pengertian ini maka tahapan Qadar adalah lebih awal daripada tahapan Qadha, dan Qadha ini adalah akibat dari adanya qadar, maka Qadha akan mengalami perbedaan hasil ppada suatu peristiwa yang sama apabila terdapat perbedaan pada proses pemenuhan terhadap Qadar...
Untuk lebih memudahkan dalam memahami, berikut analoginya... :
Air akan membeku apabila didinginkan pada suhu 0o C. Maka untuk menjadikan air tersebut beku (Qadha), maka harus didinginkan pada suhu 0o C (Qadar/ pemenuhan sebab), dan ketika suhu tersebut tidak tercapai maka air tidak akan membeku (Qadha).
Untuk itu sebagai mahluk yang merdeka, manusia bebas menentukan takdir pribadinya melalui jalan berikhtiar melakukan pemenuhan rangkaian sebab-sebab/ syarat terhadap sesuatu yang dikehendakinya. Dan hasil dari Ikhtiar inilah yang kemudian di sebut sebagai Takdir.
Sekalipun kebebasan merupakan esensi dari Manusia, namun bukan berarti ia merdeka atas segala tindakannya. Kebebasan manusia tetap harus tunduk kepada hukum-hukum unifersal Tuhan. Dan hukum-hukum ini tentunya memiliki konsekuensi logis terhadap pelakunya.
Amal perbuatan manusia yang baik ketika didunia akan membawanya menuju surga. Amal perbuatan manusia yang buruk ketika didunia akan membawanya menuju neraka. Kerja keras dan sungguh-sungguh akan membawa manusia kepada keberhasilan, dan sebaliknya.
Setiap kegagalan yang dialami manusia, bukanlah berarti bahwa Tuhan telah mentakdirkan ia untuk gagal, namun kurang sempurnanya ikhtiar yang ia lakukanlah yang membawanya kepada kegagalan. Karena Tuhan tidak memutuskan takdir manusia berdasarkan kehendak mutlanya, namun Tuhan memutuskan takdir manusia berdasarkan sejauhmana manusia melakukan Ikhtiar untuk Takdir yang diinginkannya.
”Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S Ar Rad : 11)