Tuesday, April 9, 2013

ASBABUN NUZUL (SEBAB-SEBAB TURUNYA WAHYU)



ASBABUN NUZUL

Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan aplikasikan dalam kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Karena itu, tidaklah berlebihan jika selama ini kaum muslimin tidak hanya mempelajari isi dan pesan-pesannya. Tetapi juga telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga otentitasnya. Upaya itu telah mereka laksanakan sejak Nabi Muhammad SAW masih berada di Mekkah dan belum berhijrah ke Madinah hingga saat ini. Dengan kata lain upaya tersebut telah mereka laksanakan sejak al-Qur’an diturunkan hingga saat ini.

Mengenai mengerti asbabun nuzul sangat banyak manfaatnya. Karena itu tidak benar orang-orang mengatakan, bahwa mempelajari dan memahami sebab-sebab turun Al-Qur’an itu tidak berguna, dengan alasan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur’an itu telah masuk dalam ruang lingkup sejarah. Di antara manfaatnya yang praktis ialah menghilangkan kesulitan dalam memberikan arti  ayat-ayat Al-Qur’an.
Imam al-Wahidi menyatakan; tidak mungkin orang mengerti tafsir suatu ayat, kalau tidak mengetahui ceritera yang berhubungan dengan ayat-ayat itu, tegasnya untuk mengetahui tafsir yang terkandung dalam ayat itu harus mengetahui sebab-sebab ayat itu diturunkan.
Ulama salaf tatkala terbentur kesulitan dalam memahami ayat, mereka segera kembali berpegang pedoman asbabun nuzulnya. Dengan cara ini hilanglah semua kesulitan yang mereka hadapi dalam mempelajari Al-Qur’an tentang “Asbabun Nuzul”.

Pengertian Asbabun Nuzul
Apabila terjadi satu kasus (kejadian), kemudian turun satu atau beberapa ayat yang berhubungan dengan kasus tersebut, maka itulah yang disebut dengan Asbabun Nuzul. Secara etimologis, Asbabun Nuzul itu berarti sebab-sebab turun ayat. dalam pengertian sederhana turunnya suatu ayat disebabkan oleh suatu peristiwa, sehingga tanpa adanya peristiwa itu, ayat tersebut itu tidak turun.
Sedangkan menurut Subhi Shalih misalnya menta’rifkan (ma’na) sababun nuzul ialah : “Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya; pada masa terjadinya peristiwa itu.”
Yakni, sesuatu kejadian yang terjadi di zaman Nabi SAW, atau sesuatu pertanyaan yang dihadapkan kepada Nabi dan turunlah suatu atau beberapa ayat dari Allah SWT yang berhubungan dengan kejadian itu, atau dengan penjawaban pertanyaan itu baik peristiwa itu merupakan pertengkaran, ataupun merupakan kesalahan yang dilakukan maupun merupakan suatu peristiwa atau suatu keinginan yang baik.
Definisi yang dikemukakan ini dan yang di istilahi, menghendaki supaya  ayat-ayat al-Qur’an, dibagi dua:
1.      Ayat yang ada sebab nuzulnya.
2.      Ayat yang tidak ada sebab nuzulnya.
Memang demikianlah ayat-ayat Al-Qur’an. Ada yang diturunkan tanpa didahului oleh sesuatu sebab dan ada yang diturunkan sesudah didahului sebab. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa setiap orang harus mencari sebab turun setiap ayat, karena tidak semua ayat Al-Qur’an diturunkan. Karena timbul suatu peristiwa dan kejadian.
Pembahasan dimensi sejarah. Kisah-kisah Al-Qur’an ini tidak dimaksudkan untuk mempelajari makna historis kisah-kisah Al-Qur’an. Namun di sini akan mencoba mengungkapkan nilai historis sejarah turunnya suatu ayat. Ada perselisihan pendapat di antara ulama tafsir, pada ungkapan sahabat: “Turunnya ayat ini dalam kasus begini”. Apakah pengertian ini masuk dalam musnad yakni sesuai bila disebutkan dengan tegas, bahwa turunnya ayat ini berkaitaan erat dengan kasus tersebut.
 Jadi masalah mempelajari turunnya suatu ayat bukan hanya dipahami sebagai doktrin normatif semata, tetapi juga harus dapat dikembangkan menjadi konsepsi operatif.
Di antara sekian banyak aspek yang banyak memberikan peran dalam menggali dan memahami makna-makna ayat Al-Qur’an ialah mengetahui sebab turunnya. Oleh karena itu, mengetahui Asbabun Nuzul menjadi obyek perhatian para ulama. Bahkan segolongan diantara mereka ada yang mengklarifikasikan dalam suatu naskah, seperti Ali Al-Maidienie, guru besar Imam Bukhari.
Dari sekian banyak kitab dalam masalah ini, yang paling terkenal ialah: karangan Al-Wahidie, Ibnu Hajar dan As-Sayuthi. Dan As-Sayuthi telah menyusun dalam suatu kitab besar dengan judul “Lubaabun Nuquul fie Asbabin Nuzuul”.
Boleh dikata, untuk mengetahui secara mendetail tentang aneka corak ilmu-ilmu al-Qur’an serta pemahamannya, tidak mungkin dicapai tanpa mengetahui asbabun nuzuul seperti pada firman Allah :
(Q.S. Al-Baqarah: 115)
Artinya:
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemana pun kamu menghadap disitulah wajah Allah”.
Ayat ini kadang kala diartikan, boleh menghadap ke arah mana pun saja selain kiblat. Pengertian ini jelas salah, sebab di antara syarat sahnya sembahyang ialah menghadap kiblat.
Akan tetapi dengan mengetahui sebab-sebab turunnya, akan jelas pengertian ayat ini, di mana ayat ini diturunkan bagi siapa yang sedang di tengah perjalanan dan tidak tahu mana arah kiblat. Maka ia harus berijtihad dan menyelidiki, kemudian sembahyang kemana saja ia menghadap, sahlah shalatnya.

Ilmu Asbabun Nuzul
Allah menjadikan segala sesuatu melalui sebab-musabbab dan menurut  suatu ukuran. Tidak seorang pun manusia lahir dan melihat cahaya kehidupan tanpa melalui sebab-musabbab dan berbagai tahap perkembangan. Tidak sesautu pun terjadi di dalam wujud ini kecuali setelah melewati pendahuluan dan perencanaan. Begitu juga perubahan pada cakrawala pemikiran manusia terjadi setelah melalui persiapan dan pengarahan. Itulah sunnatullah (hukum Allah) yang berlaku bagi semua ciptaan-Nya, “dan engkau tidak akan menemukan perubahan pada sunnatullah” (Al-Ahzab, 62).
Tidak ada bukti yang menyingkap kebenaran sunnatullah itu selain sejarah, demikian pula penerapannya dalam kehidupan. Seorang sejarahwan yang berpandangan tajam dan cermat mengambil kesimpulan, dia tidak akan sampai kepada fakta sejarah jika tidak mengetahui sebab-musabbab yang mendorong terjadinya peristiwa.
Tapi tidak hanya sejarah yang menarik kesimpulan dari rentetan peristiwa yang mendahuluinya, tapi juga ilmu alam, ilmu sosial dan kesusastraan pun dalam pemahamanya memerlukan sebab-musabbab yang melahirkannya, di samping tentu saja pengetahuan tentang prinsip-prinsip serta maksud tujuan.

Menanamkan sebab turunnya ayat dengan kisah nuzulnya ayat, sungguhlah mengisyaratkan kepada dzauq yang tinggi. Sebenarnya, asbabun nuzul tidaklah lain daripada kisah yang dipetik dari kenyataan dan kejadian, baik mengenai peristiwanya, maupun mengenai orang-orangnya. Dan kisah nuzul menimbulkan kegemaran untuk membaca kisah itu di setiap masa dan tempat, serta menghilangkan kejemuan, karena merasakan bahwa kisah-kisah (kejadian-kejadian itu) seolah baru saja terjadi.

Macam-Macam Asabab An-Nuzul
1.      Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat Asbab An-Nuzul
Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat asbab an-nuzul, yaitu sharih (jelas) dan muhtamilah (kemungkinan). Redaksi sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbab an-nuzul, dan tidak mungkin menunjukkan yang lainnya. Redaksi dikatakan sharih bila perawi mengatakan : “sebab turunnya ayat ini adalah…”
2.      Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk satu Asbab An-Nuzul.(2)
Tidak setiap ayat memiliki riwayat asbab an-nuzul dalam satu versi. Adakalanya satu ayat memiliki beberapa versi riwayat asbab An-Nuzul. Tentu saja hal itu tidak akan menjadi persoalan bila riwayat-riwayat itu tidak mengandung kontradiksi.
a.       Tidak mempermasalahkannya
Cara ini ditempuh apabila variasi riwayat asbab an-nuzul ini menggunakan redaksi muhtamilah (tidak pasti).
b.       Mengambil versi riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih
Cara ini digunakan bila salah satu versi riwayat asbab an-nuzul itu tidak menggunakan redaksi sharih (pasti).
c.       Mengambil versi riwayat yang sahih (valid)
Cara ini digunakan apabila seluruh riwayat itu menggunakan redaksi sharih (pasti), tetapi kualitas salah satunya tidak sahih. Umpamanya dua riwayat asbabun nuzul kontradiktif yang berkaitan dengan diturunnya Q.S. Adh-Dhuha ayat 1-3 :
Artinya : “Demi waktu matahari sepenggalahan naik, Dan demi malam apabila Telah sunyi (gelap), Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.

Maksudnya: ketika Turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad S.A.W. terhenti untuk sementara waktu, orang-orang musyrik berkata: "Tuhannya (Muhammad) Telah meninggalkannya dan benci kepadanya". Maka turunlah ayat Ini untuk membantah perkataan orang-orang musyrik itu.

Sedangkan terhadap variasi riwayat asbab an-nuzul dalam satu ayat yang versinya berkualitas, para ulama mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Mengambil versi riwayat yang sahih
Cara ini diambil bila terdapat dua versi riwayat tentang asbab an-nuzul satu ayat, yang salah satu vesri berkualitas sahih, sedangkan yang lainya tidak.
b.       Melakukan study selektif (tarjih)
Langkah ini diambil bila kedua versi asbab an-nuzul yang berbeda itu kualitasnya sama-sama sahih, seperti asbab an-nuzul yang berkaitan turunnya ayat tentang ruh.



No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda Di Sini