UANG DALAM PANDANGAN AL-GHAZALI
Riwayat Hidup
Al-Ghazali/
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi
Al-Ghazali(450-505 H/1058-1113 M) yang lahir di sebuah kota kecil Tus di Khurasan-Iran tahun 450 H
adalah sosok ilmuwan dan penulis yang sangat produktif. Dibesarkan dalam
lingkungan keluarga sufi. Latar belakang keilmuan dan wawasan yang mendalam
serta pengalaman cukup panjang telah menghasilkan tidak kurang dari 300 buah
karya tulis dalam berbagai disiplin ilmu.
Berbagai tulisannya telah menarik perhatian dunia, baik di kalangan muslim maupun non muslim. Banyak para pemikir abad pertengahan yang dipengaruhi pemikiran beliau, seperti Raymond Martin, Thomas Aquinas, dan Pascal. Berbagai hasil karyanya banyak yang diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, seperti Latin, Spanyol, Yahudi, Perancis, Jerman, dan Inggris. Pemikiran sosio-ekonominya berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi kesejahteraan sosial islami”. Tema sentralnya adalah maslahat yang meliputi kesejahteraan sosial dan utilitas (kebaikan bersama), yaitu sebuah konsep yang mencakup semua aktifitas manusia, dan membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat.
Berbagai tulisannya telah menarik perhatian dunia, baik di kalangan muslim maupun non muslim. Banyak para pemikir abad pertengahan yang dipengaruhi pemikiran beliau, seperti Raymond Martin, Thomas Aquinas, dan Pascal. Berbagai hasil karyanya banyak yang diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, seperti Latin, Spanyol, Yahudi, Perancis, Jerman, dan Inggris. Pemikiran sosio-ekonominya berakar dari sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi kesejahteraan sosial islami”. Tema sentralnya adalah maslahat yang meliputi kesejahteraan sosial dan utilitas (kebaikan bersama), yaitu sebuah konsep yang mencakup semua aktifitas manusia, dan membuat kaitan yang erat antara individu dengan masyarakat.
Pemikiran-pemikiran ekonomi Al-Ghazali
lebih didasarkan pada pendekatan tasawuf, karena pada masa hidupnya,
orang-orang kaya, berkuasa, dan sarat prestise sulit menerima pendekatan fiqih
dan filosofis dalam mempercayai hari pembalasan (Al-Ma’ad). Corak pemikiran
ekonominya tersebut banyak ditemui dalam karya-karyanya seperti kitab Ihya
“Ulumuddin, Al-Mustashfa, Mizan Al-‘Amal, dan Al-Tibr Al-Masbuk fi Nasihat
Al-Muluk.
Evolusi Uang dan Fungsi Uang
Pembahasan beliau tentang uang nampak
cukup komprehensif, yang dimulai dari evolusi uang hingga fungsi uang. Beliau
menjelaskan bagaimana uang mengatasi permasalahan yang timbul dari suatu
perdagangan barter. Dibahas juga berbagai akibat negatif dari pemalsuan dan
penurunan nilai mata uang. Berikut kita simak sejumlah pernyataan beliau
tentang uang :
Kemudian
disebabkan jual beli muncul kebutuhan terhadap dua mata uang. Seseorang yang
ingin membeli makanan dengan baju, darimana dia mengetahui ukuran makanan dari
nilai baju tersebut. Berapa? Jual beli terjadi pada jenis barang yang
berbeda-beda seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju.
Barang-barang ini tidak sama, maka diperlukan “hakim yang adil” sebagai
penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan berbuat adil satu
dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan
jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan yang terus menerus. Jenis harta
yang paling bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas,
perak, dan logam.[1]
Perdagangan barter mengandung banyak
kelemahan di antaranya (1) kurang memiliki angka penyebut yang sama (lack of common denominator), (2) barang
yang diperdagangkan sulit untuk dibagi-bagi (indivisibility of goods), (3) keharusan adanya dua keinginan yang
sama antara penjual dan pembeli (double
coincidence of wants). Dengan berbagai keterbatasan barter tesebut, maka
diperlukan suatu alat yang mampu berperan lebih baik dalam transaksi jual beli.
Itulah yang menurutnya mendasari munculnya kebutuhan akan uang di masyarakat.
Dalam ekonomi barter sekalipun, uang dibutuhkan sebagai ukuran nilai suatu
barang, karena transaksi barter hanya terjadi ketika kedua belah pihak
sama-sama membutuhkan barang atau jasa masing-masing. Uang berfungsi
memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dalam pertukaran
tersebut. Beliau mengisyaratkan bahwa uang sebagai unit hitungan yang digunakan
untuk mengukur nilai harga komoditas dan jasa. Kemudian uang juga sebagai alat
yang berfungsi sebagai penengah antara kepentingan penjual dan pembeli, yang
membantu kelancaran proses pertukaran komoditas dan jasa. Selain itu
diisyaratkan juga bahwa uang sebagai alat simpanan, karena itu dibuat dari
jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan akan keberlanjutan sehingga
benar-benar bersifat cair mudah diuangkan kembali, dapat digunakan pada waktu
yang dibutuhkan, dan cenderung mempunyai nilai harga yang stabil.
Berbagai permasalahan perdagangan barter
dibahas dengan baik. Meskipun perdagangan barter dapat dilakukan namun sangat
tidak efisien, karena adanya perbedaan karakteristik barang, baik bentuk,
ukuran maupun kualitasnya. Ia menegaskan bahwa evolusi uang terjadi karena
kesepakatan dan kebiasaan yang berlaku di masyarakat, yakni tidak akan ada
masyarakat tanpa pertukaran barang dan tidak ada pertukaran yang efektif tanpa
ekuivalensi, dan ekuivalensi demikian hanya dapat ditentukan dengan tepat bila
terdapat ukuran yang sama. Hal tersebut dapat kita simak dari paparan beliau di
bawah ini:
Termasuk nikmat Allah SWT. Diciptakan
dirham dan dinar. Dengan keduanya kehidupan menjadi lurus. Keduanya hanyalah
dua barang tambang yang tidak ada manfaat pada bendanya, tapi makhluk perlu
kepadanya sekiranya setiap manusia membutuhkan banyak barang yang berkaitan
dengan makanan, pakaian, seluruh kebutuhannya. Terkadang dia tidak mempunyai
apa yang tidak ia butuhkan. Seperti orang yang memiliki za’faran misalnya, dan
ia membuuhkan unta untuk tunggangannya. Dan orang yang memiliki unta dapat saja
tidak membutuhkannya dan membutuhkan za;faran sehingga terjadi pertukaran antar
keduanya. Dan mau tidak mau dibutuhkan suatu ukuran untuk mengukur pertukaran
karena pemilik unta tidak menyerahkan untanya dengan seluruh ukuran za’faran.
Dan tidak ada kesesuaian antara za’faran dan unta sehingga dapat dikatakan dia
menyerahkan misalnya, dalam berat dan bentuk. Tidak tahu seberapa banyak
za’faran yang menyamai seekor unta, sehingga transaksi mengalami kesulitan.
Barang-barang yang beragam dan sangat berbeda ini membutuhkan penengah yang
bertindak seperti pemutus yang adil sehingga setiap sesuatu dapat diketahui
tingkat dan nilainya. Transaksi barter seperti ini sangat sulit. Barang-barang
seperti ini memerlukan media yang dapat menentukan nilai tukarnya secara adil.
Bila tempat dan kelasnya dapat diketahui dengan pasti, menjadi mungkin untuk
menentukan mana barang yang memiliki nilai yang sama dan mana yang tidak. Maka
Allah ciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah di antara seluruh harta
sehingga dengan keduanya semua harta dapat diukur. Sesuatu (seperti uang) dapat
dengan pasti dikaitkan dengan sesuatu yang lain jika sesuatu itu tidak memiliki
bentuk atau fitur khususnya sendiri—contohnya cermin tidak memiliki warna
tetapi dapat memantulkan semua warna.[2]
Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai
hakim penengah di antara seluruh harta sehingga seluruh harta bisa diukur
dengan keduanya. Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak
za’faran[3] ini menyamai 100. Keduanya kira-kira sama
dengan satu ukuran maka keduanya bernilai sama. Namun, dinar dan dirham itu
tidak dibutuhkan semata-mata karena “logamnya”. Dinar dan Dirham diciptakan
untuk dipertukarkan dan untuk membuat aturan pertukaran yang adil dan untuk
membeli barang-barang yang memiliki kegunaan.[4]
Uang tidak mempunyai harga, namun dapat
merefleksikan harga semua barang atau jasa. Semua barang dan jasa akan dapat
dinilai atau diukur masing-masing dengan uang. Ibarat cermin, semua jenis benda
yang dihadapkan pada sebuah cermin, maka cermin tersebut akan dapat memantulkan gambar benda yang ada di
depannya. Demikian juga dengan uang, semua benda atau produk yang dihadapkan
dengannya akan dapat dinilai berapa masing-masing harganya. Dengan demikian
uang dapat digunakan sebagai satuan unit penilai semua barang dan jasa. Namun,
beliau menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri. Artinya,
uang dibutuhkan masyarakat bukan karena masyarakat menginginkan mempunyai emas
dan perak yang merupakan bahan uang tersebut, tetapi kebutuhan tersebut lebih
pada menggunakan uang sebagi alat tukar. Uang baru akan memiliki nilai jika
digunakan dalam suatu pertukaran. Tujuan utama dari emas dan perak adalah untuk
dipergunakan sebagai uang. Uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.
Menimbun dan Melebur Uang
Merujuk pada Al-Qur’an, beliau mengecam
para penimbun uang yang dianggapnya sebagai penjahat. Uang yang ditimbun tidak
akan memberi manfaat bagi masyarakat luas. Uang yang seharusnya berputar
menjadi mandek pada sekelompok orang. Para produsen, pedagang, distributor akan
kesulitan meningkatkan modal usahanya, karena uang menjadi langka akibat
ditimbun atau hanya berputar pada kalangan tertentu. Penimbunan uang akan mengurangi
produktifitas dan inefisiensi usaha. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang
melebur Dinar dan Dirham menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka adalah orang
yang tidak bersyukur kepada Sang Pencipta, dan kedudukannya lebih rendah
daripada penimbun uang. Berikut petikan pernyataan beliau tentang ini :
Jika seseorang menimbun dirham dan dinar,
ia berdosa. Dinar dan dirham tidak memiliki guna langsung pada dirinya. Dinar
dan dirham diciptakan supaya beredar dari tangan ke tangan, untuk mengatur dan
memfasilitasi pertukaran… (sebagai) simbol untuk mengetahui nilai dan kelas
barang. Siapapun yang mengubahnya menjadi peralatan-peralatan emas dan perak
berarti ia tidak bersyukur kepada penciptanya, dan lebih buruk daripada
penimbun uang, karena orang yang seperti itu adalah seperti orang yang memaksa
penguasa untuk melakukan fungsi-fungsi yang tidak cocok—seperti menenun kain,
mengumpulkan pajak, dan lain-lain. Menimbun koin masih lebih baik dibandingkan
mengubahnya, karena ada logam dan material lainnya seperti tembaga, peruggu,
besi, tanah liat yang dapat digunakan untuk membuat peralatan. Namun tanah liat
tidak dapat digunakan untuk mengganti fungsi yang dijalankan oleh dirham dan
dinar.[5]
Kegiatan menimbun uang berarti menarik
uang dari peredaran untuk sementara, artinya uang yang ditimbun tersebut masih
berwujud uang dan suatu ketika dimungkinkan masih dapat beredar kembali ke
masyarakat berfungsi sebagai uang. Sedangkan melebur uang berarti menarik uang
dari peredaran untuk selamanya, karena wujud uang telah berubah bentuk,
sehingga tidak lagi dapat berfungsi sebagai uang. Didasarkan pada teori moneter
modern, menimbun uang akan dapat memperlambat perputaran uang, dan sekaligus
memperkecil jumlah transaksi sehingga akan membuat perekonomian menjadi lesu. Dampak
selanjutnya pertumbuhan ekonomi akan menurun, kesejahteraan masyarakat juga
akhirnya menurun karena pendapatan yang menurun. Sementara itu, melebur uang
sama artinya dengan mengurangi jumlah penawaran uang sebagai alat transaksi
untuk selamanya. Dengan demikian dampak negatifnya akan lebih besar
dibandingkan kalau menimbun uang.
Dengan menggunakan teori kuantitas uangnya
Irving Fisher (1867-1947M), implikasi dari adanya penimbunan uang dan peleburan
uang dapat dijelaskan melalui persamaan berikut ini :
MV = PT.
Dimana M (Money) adalah jumlah uang beredar, V (Velocity) adalahkecepatan uang beredar,
P (Price) adalah tingkat harga produk
dan T (Trade) adalah nilai produk
yang diperdagangkan. Bila penimbunan uang dilakukan maka dalam persamaan di
atas akan dapat menurunkan M atau V. Jika penimbunan dilakukan dalam arti fisik
uang disimpan pada suatu tempat dan tidak diedarkan, maka yang terpengaruh
adalah jumlah uang beredar, M akan turun. Sementara jika penimbunan dilakukan
dalam arti uang hanya beredar pada kelompok, kalangan atau wilayah tertentu
saja, maka yang terpengaruh adalah kecepatan uang beredar, V akan turun.
Berarti kecepatan uang beredar semakin lambat. Turunnya M atau V yang tidak
diikuti dengan kenaikan pada jumlah produk yang ditransaksikan di pasar, yang
berarti T tidak mengalami perubahan atau bahkan turun, maka dalam persamaan di
atas agar sisi kanan sama dengan sisi kiri, kenaikan M atau V akan otomatis
menaikkan harga-harga produk di pasar (P). Sekali lagi, aktifitas menimbun uang akan dapat memperlambat
perputaran uang, dan sekaligus memperkecil jumlah transaksi, karena harga-harga
produk mahal sehingga akan membuat perekonomian menjadi makin lesu tidak
bergairah.
Sedangkan aktifitas melebur uang berarti
menghilangkan sejumlah uang dari peredaran untuk selamanya. Implikasinya dapat
dianalisis dengan persamaan di atas, yaitu jumlah uang beredar, M akan
berkurang. Semakin sedikitnya jumlah uang beredar akan dapat menurunkan volume
transaksi produk, T di pasar. Bila besarnya V tidak berubah misalnya, maka
dampaknya akan sama dengan menimbun ung di atas, yaitu akan otomatis menaikkan harga-harga produk di pasar (P). Cuma dampaknya
akan lebih parah dibandingkan menimbun uang, karena dalam melebur uang berarti
“hilangnya” uang bersifat permanen.
Pemalsuan Uang
Peredaran uang palsu, yaitu dengan
kandungan emas atau perak yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah, beliau
kecam keras. Menurutnya mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya
daripada mencuri 1.000 Dirham. Perbuatan mencuri adalah satu dosa, sedangkan
mencetak dan mengedarkan uang palsu adalah dosa yang terus berlipat setiap kali
uang itu dipergunakan. Dengan beredarnya uang palsu maka tidak hanya satu pihak
yang dirugikan, tetapi banyak pihak dan terus bertambah dari waktu ke waktu
seiring dengan terus bergulirnya uang palsu tersebut pindah dari satu tangan ke
tangan berikutnya. Seseorang yang mendapatkan uang palsu akan mencoba untuk
membelanjakan lagi uang tersebut ke orang lain dengan sembunyi-sembunyi atau
menipu, karena dia tidak mau menanggung rugi, dan begitu seterusnya. Dengan
demikian nilai mudharatnya bisa jadi akan lebih besar daripada uang senilai
1.000 Dirham. Implikasi makro beredarnya uang palsu ini juga akan dapat
mendorong tingkat inflasi, karena akan menambah jumlah uang beredar di
masyarakat di luar uang resmi yang dikeluarkan pemerintah. Berikut ini kutipan
pernyataan beliau :
Memasukkan uang palsu dalam peredaran
merupakan suatu kezaliman yang besar. Semua yang memegangnya dirugikan…
peredaran suatu dirham palsu lebih buruk daripada mencuri seribu dirham, karena
tindakan mencuri merupakan sebuah dosa, yang langsung berakhir setelah dosa itu
diperbuat; tetapi pemalsuan uang merupakan sesuatu yang berdampak pada banyak
orang yang menggunakannya dalam transaksi selama jangka waktu yang lama.[6]
Selanjutnya, beliau membolehkan peredaran
uang yang tidak mengandung emas dan perak, asalkan pemerintah menyatakan uang
tersebut sebagai alat bayar yang resmi. Bila terjadi penurunan nilai uang
akibat dari kecurangan, maka pelakunya harus dihukum. Namun apabila pencampuran
logam dalam koin merupakan tindakan resmi pemerintah dan diketahui oleh semua
penggunanya, maka hal tersebut dapat diterima.Kemudian, secara tidak langsung
beliau membolehkan kemungkinan penggunaan uang representatif (token money). Hal tersebut dapat disimak
dari pernyataan beliau berikut ini :
Zaif (suasa, logam campuran), maksudnya
adalah unit uang yang sama sekal tidak mengandung perak; hanya polesan; atau
dinar yang tidak mengandung emas. Jika sekeping koin mengandung sejumlah perak
tertentu, tetapi dicampur dengan tembaga, dan itu merupakan koin resmi dalam
Negara tersebut, maka hal ini dapat diterima, baik muatan peraknya diketahui
ataupun tidak. Namun, jika koin itu tidak resmi, koin itu dapat diterima hanya
jika muatan peraknya diketahui.[7]
Perdagangan Uang
Beliau berpendapat bahwa aktifitas
memperdagangkan Dinar dengan Dinar sama halnya dengan memenjarakan uang,
sehingga tidak lagi dapat berfungsi. Semakin banyak uang diperdagangkan, maka semakin
sedikit yang dapat berfungsi sebagai alat tukar. Bila semua uang dipergunakan
untuk membeli uang, maka tidak ada lagi uang yang dapat berfungsi sebagai alat
tukar. Uang tidak dapat menghasilkan
apa-apa. Uang hanya akan berkembang apabila diinvestasikan pada kegiatan
ekonomi riil (tangible economic
activity). Secara lengkap pernyataan beliau dapat disimak pada kutipan
berikut :
Jika seseorang memperdagangkan dinar dan
dirham untuk mendapatkan dinar dan dirham lagi, ia menjadikan dinar dan dirham
sebagai tujuannya. Hal ini berlawanan dengan fungsi dinar dan dirham. Uang
tidak diciptakan untuk menghasilkan uang. Melakukan hal ini merupakan
pelanggaran. Dinar dan dirham adalah alat untuk mendapatkan barang-barang
lainnya. Mereka tidak dimaksudkan bagi mereka sendiri. Dalam hubungannya dengan
barang lainnya, dinar dan dirham adalah seperti preposisi dalam
kalimat—digunakan untuk memberikan arti yang tepat atas kata-kata. Atau seperti
cermin yang memantulkan warna, tetapi tidak memiliki warna sendiri. Bila orang
diperbolehkan untuk menjual (atau mempertukarkan) uang dengan uang (untuk
mendapatkan laba), transaksi seperti ini akan menjadi tujunnya, sehingga uang
akan tertahan dan ditimbun. Menahan penguasa atau tukang pos adalah
pelanggaran, karena dengan demikian mereka dicegah dari menjalankan fungsinya;
demikian pula halnya dengan uang.[8]
Aktifitas mencari
pendapatan dari hasil berdagang uang (keuntungan dari selisih harga beli dan
harga jual) akan membuat orang menjadi malas bekerja pada sektor riil, dan akan
semakin sedikit uang yang berputar pada sektor riil, karena makin banyaknya
uang diperdagangkan. Perdagangan uang yang mengandung spekulasi itu sangat
mudah dilakukan, proses untuk sampai pada hasil sangat cepat tanpa harus
bekerja keras, membanting tulang sebagaimana halnya bekerja di sektor
pertanian, perdagangan, industri, peternakan, perkebunan, perikanan dan
sebagainya. Dapat dibayangkan apabila kemudian lebih banyak orang yang tidak
bersedia bekerja di sektor riil karena prosesnya lama dan perlu kerja keras,
dan kemudian lebih menyukai berdagang uang, maka sektor riil akan terganggu.
Kemampuan sektor riil untuk berproduksi semakin menurun karena pelakunya
sedikit dan sulitnya mendapatkan tambahan modal dari investor. Jumlah produksi
turun berarti pasokan barang ke pasar akan berkurang. Akibatnya jumlah
permintaan barang di satu sisi tetap atau bahkan meningkat, sementara di sisi
lain terjadi penurunan penawaran barang. Hukum permintaan dan penawaran akan
berlaku di sini, yaitu harga-harga produk akan melambung ketika lebih besar
permintaan daripada penawaran. Dengan menggunakan teori kuantitas uangnya Irving Fisher di atas, implikasi
dari adanya perdagangan uang dapat dijelaskan melalui persamaan :
MV = PT.
Dimana M (Money) adalah jumlah uang beredar, V (Velocity) adalahkecepatan uang beredar,
P (Price) adalah tingkat harga produk
dan T (Trade) adalah nilai produk
yang diperdagangkan. Meskipun pemerintah tidak melakukan pencetakan mata uang,
yang berarti M jumlahnya tetap. Bila perdagangan mata uang dilakukan
masyarakat, maka kecepatan peredaran uang akan meningkat (V akan membesar).
Sementara T tidak mengalami perubahan karena semakin sedikit uang yang berputar
pada sektor riil dan orang menjadi malas bekerja pada sektor riil sehingga
jumlah produk berkurang, maka dalam persamaan di atas agar sisi kanan sama
dengan sisi kiri, kenaikan V akan otomatis menaikkan P. Dengan kata lain,
konsekuensi naiknya aktifitas perdagangan uang yang berarti mempercepat
peredaran uang tersebut akan mengakibatkan harga-harga produk di pasar semakin
mahal, yang berarti terjadi peningkatan inflasi.
Harga-harga produk
yang tinggi dan tidak diikuti kenaikan pendapatan masyarakat, maka kemampuan
daya beli masyarakat akan turun, yang berarti tingkat kesejahteraan masyarakat juga
menurun. Daya beli masyarakat yang turun akan menyebabkan permintaan produk
pada skala nasional juga akan turun. Dari kacamata produsen di sektor riil
keadaan seperti itu akan menyebabkan penurunan volume penjualan, sekaligus
jumlah pendapatan/keuntungan, dan ada kemungkinan untuk menurunkan jumlah
produksi dalam rangka untuk dapat mempertahankan harga jual produknya. Sektor
riil akibatnya menjadi semakin tidak menarik, semakin banyak ditinggalkan oleh
pelakunya. Akhirnya akan semakin memperparah kondisi perekonomian, karena akan
terjadi inflasi yang berlipat. Kondisi seperti inilah yang sekarang ini terjadi
di Indonesia, di mana jumlah uang yang masuk ke sektor riil jauh lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah uang yang ditransaksikan di pasar uang.
DAFTAR BACAAN
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Dar
al-Khair, cet. 2, 1993, 4/347 dalam A. Hasan, Mata Uang Islami, Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam, Raja
Grafindo Persada, 2005.
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum
al-Din, Dar al-Nadwah, Beirut, Juz 4, hal 91-93, Mata Uang Islami, Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam, Raja
Grafindo Persada, 2005.
[1]
Al-Ghazali, Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Dar al-Khair, cet. 2,
1993, 4/347 dalam A. Hasan, Mata Uang
Islami, Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam, Raja Grafindo Persada,
2005
[2] Al-Ghazali,
Ihya Ulumuddin, Dar al-Khair, cet. 2,
1993, 4/347 dalam A. Hasan, Mata Uang
Islami, Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam, Raja Grafindo Persada,
2005
[3]
Za’faran adalah jenis tumbuhan bawang, bunganya merah kekuning-kuningan,
digunakan untuk mengharumkan sayur atau manis-manisan dan secara khusus untuk
memberikan warna kuning. Luis Ma’luf
(1960) dalam A. Hasan, Mata Uang Islami,
Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam, Raja Grafindo Persada, 2005.
[4] Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Dar al-Khair, cet. 2, 1993, 4/347 dalam A. Hasan, Mata Uang Islami, Telaah Komprehensif Sistem
Keuangan Islam, Raja Grafindo Persada, 2005.
[5] Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Dar al-Nadwah,
Beirut, Juz 4, hal 91-93, Mata Uang
Islami, Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islam, Raja Grafindo Persada,
2005.
[6] Ibid,
Juz 2, hal. 73.
[7] Ibid,
hal. 74.
[8]
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din,
Op.Cit., Juz 4, hal 192.
No comments:
Post a Comment
Berikan Komentar Anda Di Sini