Thursday, April 4, 2013

DAULAH ABBASIYAH


DAULAH ABBASIYAH

Sejarah Berdirinya Daulah Abbasiyah
Dinasti abbasiyah didirikan oleh Abdullah As-Shaffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Bin Abdullah Bin Abbas. Daulah ini disebut sebagai daulah Bani Abbas dikarenakan para pendidi daulah ini merupakan keturunan dari Al-Abbas yaitu Paman Nabi Muhammad SAW. Kekuasaan Daulah Bani Abbas dicapai setelah melakukan perlawanan kepada kekuasaan Bani Umaiyah. pada tahun 132 H Pemberontakan tersebut membuahkan hasil denga runtuhnya Daulah Bani Umaiyah.
Pada masa-masa awal pemerintahannya Daulah ini masih harus menghadapi perlawanan dari sisa-sisa kekuatan Bani Umaiyah dan beberapa pemberontakan. Pada periode awal ini, daulah Bani Abbas berhasil mengcapai puncak kejayaannya. Hal ini dikarenakan khalifah-khalifah pada masa itu benar-benar orang yang kuat dan memegang kekuasaan politik dan agama.
Berdirinya dinasti Abbasiyah diawali dengan setrategi-setrategi yang matang, yaitu dengan cara mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia. Setrategi ini sudah dimulai sejak aqkhir abad pertama hijriyah, sistem ini berakhir dengan bergabungnya Abu Muslim Al-Khurasani pada Jumi’yah yang sepakat atas terbentuknya Daulah Abbasiyah. Setrategi ini  kemudian dilanjutkan dengan himbauan-himbauan secara terang-terangan di forum resmi untuk mendirikan Daulah Abbasiyah dan berlanjut dengan peperangan melawan daulah umaiyah. Dari setrategi-setrategi yang diterapkan oleh Muhammad Bin Al-Abbasy dan kawan kawan, pada akhirnya membuahkan hasil yang sangat membahagiakan dengan berdirinya Daulah Abbasiyah pada tahun 132 hijriyah.
Selain setrategi-setrategi jitu yang diterapkan oleh para pendiri Daulah Abbasiyah, terdapat beberapa faktor yang menjadi pendorong suksesnya pendirian daulah ini, diantaranya :
1.      Banyak terjadi perselisihan anrara internal Bani Umaiyah pada dekade terakhir masa pemerintahannya yang disebabkan karena perebutan takhta kekhalifahan dan perebutan harta.
2.      Pendeknya masa jabatan Khalifah di akhir-akhir pemerintahan Bani Umaiyah, seperti Khalifah Yazid Bin Al-Walid yang hanya memerintah selama lebih kurang 6 bulan.
3.      Dijadikannya Putra Mahkota lebih dari satu orang seperti yang telah dilakukan oleh Khalifah Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidillah sebagai putra mahkota.
4.      Bergabungnya sebagian afrad keluarga bani Umaiyah kepada madzhab-madzhab agama yang tidak benar menurut Syari’ah, seperti Qadariyah.
5.      Hilangnya kecintaan rakyat pada Khalifah di akhir-akhir masa pemerintahan bani Umaiyah.
6.      Kesombongan pembesar-pembesar Bani Umaiyah pada akhir-akhir kekuasaannya.
7.      Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non arab)

Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan Bani Abbas berlangsung selama kurang lebih 524 tahun. Dimulai dengan runtuhnya dinasti Bani Umaiyah, yaitu pada tahun 132 H sampai dengan tahun 656 H. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda  sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Pada awal berdirinya, Daulah Abbasiyah masih harus menghadapi sisa-sisa perlawanan dari Bani Umaiyah, golongan Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari pemerintahan. Pada awalnya ibu kota kerajaan berada di kota Al-Hasyimiyah, dekat Khuffah. Namun untuk menjaga stabilitas negara yang baru berdiri tersebut, pada tahun 762 M, Al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangun, yaitu Baghdad.
 Pemerintahan Daulah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid dan juga puteranya Al-Makmun. Kekayaan kerajaan yang melimpah dimanfaatkan oleh Khalifah Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi. Pada masa ini terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Pada masa ini tingkat kemakmuram masyarakat mencapai titik tertinggi. Hal ini didasarkan dari tingkat kesejahtraan sosial masyarakat, kesehatan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesuasastraan yang mencapai masa keemasannya. Pada masa ini negara islam dikenal sebagai negara yang kuat dan tidak tertandingi.
Al-Makmun, Khalifah pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu.  Pada masa pemerintahannya dilakukan penerjemahan buku-buku asing, yaitu dengan menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyatnya. Salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dan perpustakaan. Pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun inilah Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Pada masa pemerintahan al-mu’tashim, dinasti abbasiyah mengadakan reformasi pada sistem ketentaraan. Tentara di bina secara khusus menjadi prajurit profesional, dengan demikian kekuatan tentara dinasti abbasiyah menjadi sangat kuat. Pada masa ini khalifah memberi peluang kepada orang-orang turki untuk mesuk ke dalam pemerintahan. Keterlibatan itu dimulai dengan mengangkat mereka sebagai tentara pengawal.
Namun, dalam masa ini banyak terjadi pertentangan dan gerakan politik yang cukup mengganggu stabilitas pemerintahan, baik dari kalangan bani abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan ini diantaranya yaitu gerakan sisa-sisa Bani Umaiyah, Refolusi Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, dan Konflik antar bangsa serta aliran pemikiran keagamaan. Namun semua itu dapat dipadamkan.

Masa Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Perkembangan kebudayaan dan peradaban serta kemajuan besar yang telah dicapai pada periode pertama pemerintahan Dinasti Abbasiyah telah mendorong para pengausa berikutnya untuk hidup mewah bahkan cendrung mencolok. Kehidupan mewah ini kemudian di tiru oleh anak pejabat dan para hartawan. Hal ini menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberikan peluang kepada para tentara profesional asal Turki yang semula diberikan kedudukan oleh Khalifah Al-Mu’tashim untuk mengambil kendali pemerintahan.
Al-Mu’tashim dan Khalifah sesudahnya Al-Watsiq mampu mengendalikan mereka, namun Khalifah Al-Mutawakkil yang merupakan awal kemunduran politik Bani Abbas adalah Khalifah yang lemah. Pada masa ini orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Al-Mutawakkil wafat, merekalah yang mengangkat Khalifah, dengan demikian kekuasaan sudah tidak terletak di tangan Bani Abbas, walaupun mereka memegang jabatan Khalifah. Dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini, walaupun setelah ini kekuasaan Bani Abbas masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun lagi. Namun setelah tentara Turki lemah, muncullah gerakan perlawanan di daerah-daerah kekuasaan yang ingin memisahkan diri dan mendirikan daulah-daulah kecil. Inilah permulaan masa disintegrasi dalam sejarah Daulah Bani Abbas.
Perpecahan yang terjadi pada masa Daulah Bani Abbas sesungguhnya telah berlangsung lama, kekuasaan Bani Abbas tidak pernah diakui di Spanyol dan daerah-daerah Afrika Utara. Secara riil, daerah-daerah tersebut tidak dikuasai oleh Khalifah, daerah-daerah tersebut berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur propinsi bersangkutan. Hubungan dengan khalifah hanya ditandai dengan pembayaran upeti kepada pemerintah pusat. Kebijakan penguasa Bani Abbas yang cenderung lebih mementingkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi juga ikut mempengaruhi kekuatan daulah ini.
Akibat dari kebijakan tersebut, beberapa propinsi mulai terlepas dari genggaman kekuasaan Daulah Abbasiyah. Hal ini terjadi dengan beberapa cara: Pertama, adanya kekuatan baru yang muncul dan melakukan pemberontakan terhadap penguasa setempat dengan dipimpin oleh tokoh lokal yang kuat, sehingga dicapai sebuah kemerdekaan penuh. Hal ini seperti yang terjadi di Spanyol oleh Bani Umaiyah, dan Bani Idrisiyah di Maroko. Kedua, seorang Gubernur yang ditunjuk oleh penguasa pusat semakin bertambah kekuatannya sehingga mereka memisahkan diri dari genggaman Daulah Abbasiyah. Seperti yang terjadi pada Daulah Aghlabiyah di Tunisia dan Daulah Thahiriyah di Khurasan.
Faktor faktor yang menyebabkan kemunduran dinasti abbasiyah pada periode ini antara lain; komunikasi antara pusat ke daerah sulit dilakukan, padahal wilayah kekuasaan abbasiyah sangat luas. Selain itu keuangan negara sangat sulit karena kebutuhan militer yang sangat besar. Faktor lain yang menyebabkan peran politik dinasti abbasiyah menurun adalah perebutan kekuasaan yang terjadi di pusat pemerintahan.
Pada awal abad ke-4 H, kekuasan daulah bani abbasiyah telah mengalami kemunduran, pada masa ini bermunculan dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan daulah bani abbasiyah. Hal ini dikarenakan lemahnya pemerintahan bani abbas. Diantara dinasti-dinasti tersebut yaitu, munculnya kembali daulah bani umaiyah di Andalusia (Spanyol) yang di pimpin oleh Abdur Rahman An-Natsir. Di daerah afrika utara madzhab Syi’ah Ismailiyah berhasil mendirikan dinasti yang diberinama dinasti Fatimiyah dibawah pimpinan Ubaidillah Al-Mahdi Al-Fatimi. Ada pula daulah Samaniyyah yang berdiri di khara sebalik sungai di masyrik.


DAFTAR BACAAN

Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2007)
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002)
Zuhri, Mohammad Tarjamah Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami (sejarah pembinaan hukum islam), (Semarang : Darul Ikhya, 1980)


No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda Di Sini