DAULAH ABBASIYAH
Sejarah
Berdirinya Daulah Abbasiyah
Dinasti
abbasiyah didirikan oleh Abdullah As-Shaffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Bin Abdullah
Bin Abbas. Daulah ini disebut sebagai daulah Bani Abbas dikarenakan para
pendidi daulah ini merupakan keturunan dari Al-Abbas yaitu Paman Nabi Muhammad
SAW. Kekuasaan Daulah Bani Abbas dicapai setelah melakukan perlawanan kepada
kekuasaan Bani Umaiyah. pada tahun 132 H Pemberontakan tersebut membuahkan
hasil denga runtuhnya Daulah Bani Umaiyah.
Pada masa-masa awal pemerintahannya Daulah ini masih
harus menghadapi perlawanan dari sisa-sisa kekuatan Bani Umaiyah dan beberapa
pemberontakan. Pada periode awal ini, daulah Bani Abbas berhasil mengcapai
puncak kejayaannya. Hal ini dikarenakan khalifah-khalifah pada masa itu
benar-benar orang yang kuat dan memegang kekuasaan politik dan agama.
Berdirinya dinasti Abbasiyah diawali dengan
setrategi-setrategi yang matang, yaitu dengan cara mencari pendukung dan
penyebaran ide secara rahasia. Setrategi ini sudah dimulai sejak aqkhir abad
pertama hijriyah, sistem ini berakhir dengan bergabungnya Abu Muslim Al-Khurasani
pada Jumi’yah yang sepakat atas terbentuknya Daulah Abbasiyah. Setrategi
ini kemudian dilanjutkan dengan
himbauan-himbauan secara terang-terangan di forum resmi untuk mendirikan Daulah
Abbasiyah dan berlanjut dengan peperangan melawan daulah umaiyah. Dari
setrategi-setrategi yang diterapkan oleh Muhammad Bin Al-Abbasy dan kawan
kawan, pada akhirnya membuahkan hasil yang sangat membahagiakan dengan
berdirinya Daulah Abbasiyah pada tahun 132 hijriyah.
Selain setrategi-setrategi jitu yang diterapkan oleh para
pendiri Daulah Abbasiyah, terdapat beberapa faktor yang menjadi pendorong
suksesnya pendirian daulah ini, diantaranya :
1.
Banyak
terjadi perselisihan anrara internal Bani Umaiyah pada dekade terakhir masa
pemerintahannya yang disebabkan karena perebutan takhta kekhalifahan dan
perebutan harta.
2.
Pendeknya
masa jabatan Khalifah di akhir-akhir pemerintahan Bani Umaiyah, seperti Khalifah
Yazid Bin Al-Walid yang hanya memerintah selama lebih kurang 6 bulan.
3.
Dijadikannya
Putra Mahkota lebih dari satu orang seperti yang telah dilakukan oleh Khalifah
Marwan bin Muhammad yang menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidillah sebagai
putra mahkota.
4.
Bergabungnya
sebagian afrad keluarga bani Umaiyah kepada madzhab-madzhab agama yang tidak
benar menurut Syari’ah, seperti Qadariyah.
5.
Hilangnya
kecintaan rakyat pada Khalifah di akhir-akhir masa pemerintahan bani Umaiyah.
6.
Kesombongan
pembesar-pembesar Bani Umaiyah pada akhir-akhir kekuasaannya.
7.
Timbulnya
dukungan dari Al-Mawali (non arab)
Masa Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan Bani Abbas berlangsung selama kurang lebih
524 tahun. Dimulai dengan runtuhnya dinasti Bani Umaiyah, yaitu pada tahun 132
H sampai dengan tahun 656 H. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Pada awal berdirinya, Daulah Abbasiyah masih harus
menghadapi sisa-sisa perlawanan dari Bani Umaiyah, golongan Khawarij, dan juga
Syi’ah yang merasa dikucilkan dari pemerintahan. Pada awalnya ibu kota kerajaan
berada di kota Al-Hasyimiyah, dekat Khuffah. Namun untuk menjaga stabilitas
negara yang baru berdiri tersebut, pada tahun 762 M, Al-Mansyur memindahkan ibu
kota negara ke kota yang baru dibangun, yaitu Baghdad.
Pemerintahan Daulah
Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid
dan juga puteranya Al-Makmun. Kekayaan kerajaan yang melimpah dimanfaatkan oleh
Khalifah Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga
pendidikan, dokter, dan farmasi. Pada masa ini terdapat paling tidak sekitar
800 orang dokter. Pada masa ini tingkat kemakmuram masyarakat mencapai titik
tertinggi. Hal ini didasarkan dari tingkat kesejahtraan sosial masyarakat,
kesehatan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesuasastraan yang mencapai
masa keemasannya. Pada masa ini negara islam dikenal sebagai negara yang kuat
dan tidak tertandingi.
Al-Makmun, Khalifah pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai
khalifah yang sangat cinta kepada ilmu.
Pada masa pemerintahannya dilakukan penerjemahan buku-buku asing, yaitu
dengan menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan lain yang ahli. Ia juga
banyak mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyatnya. Salah satu karya besarnya
yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dan perpustakaan. Pada masa pemerintahan Khalifah
Al-Makmun inilah Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Pada masa pemerintahan al-mu’tashim, dinasti abbasiyah
mengadakan reformasi pada sistem ketentaraan. Tentara di bina secara khusus
menjadi prajurit profesional, dengan demikian kekuatan tentara dinasti
abbasiyah menjadi sangat kuat. Pada masa ini khalifah memberi peluang kepada
orang-orang turki untuk mesuk ke dalam pemerintahan. Keterlibatan itu dimulai
dengan mengangkat mereka sebagai tentara pengawal.
Namun, dalam masa ini banyak terjadi pertentangan dan
gerakan politik yang cukup mengganggu stabilitas pemerintahan, baik dari
kalangan bani abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan ini diantaranya
yaitu gerakan sisa-sisa Bani Umaiyah, Refolusi Khawarij di Afrika Utara,
gerakan Zindik di Persia, dan Konflik antar bangsa serta aliran pemikiran
keagamaan. Namun semua itu dapat dipadamkan.
Masa Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Perkembangan kebudayaan dan peradaban serta kemajuan
besar yang telah dicapai pada periode pertama pemerintahan Dinasti Abbasiyah telah
mendorong para pengausa berikutnya untuk hidup mewah bahkan cendrung mencolok.
Kehidupan mewah ini kemudian di tiru oleh anak pejabat dan para hartawan. Hal
ini menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi
ini memberikan peluang kepada para tentara profesional asal Turki yang semula
diberikan kedudukan oleh Khalifah Al-Mu’tashim untuk mengambil kendali
pemerintahan.
Al-Mu’tashim dan Khalifah sesudahnya Al-Watsiq mampu
mengendalikan mereka, namun Khalifah Al-Mutawakkil yang merupakan awal
kemunduran politik Bani Abbas adalah Khalifah yang lemah. Pada masa ini orang-orang
Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Al-Mutawakkil wafat,
merekalah yang mengangkat Khalifah, dengan demikian kekuasaan sudah tidak
terletak di tangan Bani Abbas, walaupun mereka memegang jabatan Khalifah. Dan
ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini, walaupun setelah ini kekuasaan Bani
Abbas masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun lagi. Namun setelah
tentara Turki lemah, muncullah gerakan perlawanan di daerah-daerah kekuasaan
yang ingin memisahkan diri dan mendirikan daulah-daulah kecil. Inilah permulaan
masa disintegrasi dalam sejarah Daulah Bani Abbas.
Perpecahan yang terjadi pada masa Daulah Bani Abbas sesungguhnya
telah berlangsung lama, kekuasaan Bani Abbas tidak pernah diakui di Spanyol dan
daerah-daerah Afrika Utara. Secara riil, daerah-daerah tersebut tidak dikuasai
oleh Khalifah, daerah-daerah tersebut berada di bawah kekuasaan
gubernur-gubernur propinsi bersangkutan. Hubungan dengan khalifah hanya
ditandai dengan pembayaran upeti kepada pemerintah pusat. Kebijakan penguasa Bani
Abbas yang cenderung lebih mementingkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari
pada politik dan ekspansi juga ikut mempengaruhi kekuatan daulah ini.
Akibat dari kebijakan tersebut, beberapa propinsi mulai
terlepas dari genggaman kekuasaan Daulah Abbasiyah. Hal ini terjadi dengan
beberapa cara: Pertama, adanya kekuatan baru yang muncul dan melakukan
pemberontakan terhadap penguasa setempat dengan dipimpin oleh tokoh lokal yang
kuat, sehingga dicapai sebuah kemerdekaan penuh. Hal ini seperti yang terjadi
di Spanyol oleh Bani Umaiyah, dan Bani Idrisiyah di Maroko. Kedua, seorang Gubernur
yang ditunjuk oleh penguasa pusat semakin bertambah kekuatannya sehingga mereka
memisahkan diri dari genggaman Daulah Abbasiyah. Seperti yang terjadi pada Daulah
Aghlabiyah di Tunisia dan Daulah Thahiriyah di Khurasan.
Faktor faktor yang menyebabkan kemunduran dinasti
abbasiyah pada periode ini antara lain; komunikasi antara pusat ke daerah sulit
dilakukan, padahal wilayah kekuasaan abbasiyah sangat luas. Selain itu keuangan
negara sangat sulit karena kebutuhan militer yang sangat besar. Faktor lain
yang menyebabkan peran politik dinasti abbasiyah menurun adalah perebutan
kekuasaan yang terjadi di pusat pemerintahan.
Pada awal abad ke-4 H, kekuasan daulah bani abbasiyah
telah mengalami kemunduran, pada masa ini bermunculan dinasti-dinasti kecil
yang melepaskan diri dari kekuasaan daulah bani abbasiyah. Hal ini dikarenakan
lemahnya pemerintahan bani abbas. Diantara dinasti-dinasti tersebut yaitu,
munculnya kembali daulah bani umaiyah di Andalusia (Spanyol) yang di pimpin
oleh Abdur Rahman An-Natsir. Di daerah afrika utara madzhab Syi’ah Ismailiyah berhasil
mendirikan dinasti yang diberinama dinasti Fatimiyah dibawah pimpinan Ubaidillah
Al-Mahdi Al-Fatimi. Ada pula daulah Samaniyyah yang berdiri di khara sebalik
sungai di masyrik.
DAFTAR
BACAAN
Nizar,
Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2007)
Yatim,
Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2002)
Zuhri,
Mohammad Tarjamah Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami (sejarah pembinaan hukum
islam), (Semarang : Darul Ikhya, 1980)
No comments:
Post a Comment
Berikan Komentar Anda Di Sini