Wednesday, June 17, 2009

Pihak Yang Harus Di Menangkan Dalam Peradilan


Pihak yang Harus di Menangkan Dalam Peradilan

ﺣﺪﺛﻧﺎ ﻋﺑﺪﺍﻟﻌﺯﻳﺯ ﺑﻦ ﻋﺑﺪ ﺍﷲ ﺣﺪﺛﻧﺎ ﺇﺑﺭﺍﻫﻴﻡ ﺑﻥ ﺴﻌﺪ ﻋﻥ ﺻﺎﻟﺢ ﻋﻥ ﺍﺑﻥ ﺸﻬﺎﺏ ﻗﺎﻝ : ﺃﺧﺑﺭﻨﻰ ﻋﺭﻭﺓ ﺑﻥ ﺍﻟﺯﺑﻴﺭ ﺃﻥ ﺯﻴﻨﺐ ﺍﺑﻨﺔ ﺍﺑﻰ ﺴﻟﻣﺔ ﺃﺧﺑﺭﺗﻪ ﺃﻥ ﺃﻡ ﺴﻟﻣﺔ ﺯﻭﺝ ﺍﻟﻧﺑﻰ ﺹ.ﻡ ﺃﺧﺑﺮﻳﻬﺎ ﻋﻦ ﺮﺴﻭﻝ ﺍﷲ ﺺ.ﻡ ﺃﻧﻪ ﺴﻣﻊ ﺧﺴﻭﻣﺔ ﺑﺑﺎﺏ ﺤﺟﺭﺗﻪ ﻓﺧﺮﺝ ﺍﻟﻴﻬﻡ ﻓﻗﺎﻝ : ﺇﻧﻣﺎ ﺃﻧﺎ ﺑﺷﺭ ﻭﺇﻧﻪ ﻳﺄﺗﻰ ﺍﻟﺧﺻﻡ ﻓﻟﻌﻝ ﺑﻌﺿﻛﻡ ﺃﻥ ﻳﻛﻭﻥ ﺃﺑﻟﻎ ﻣﻥ ﺑﻌﺾ ﻓﺄﺣﺳﺑﻭ ﺃﻧﻪ ﺻﺎ ﺪﻖ ﻓﺄﻗﺿﻰ ﻟﻪ ﺑﺫﻟﻚ ﻓﻣﻥ ﻗﺿﻳﺕ ﻟﻪ ﺑﺣﻕ ﻣﺴﻟﻡ ﻓﺈﻧﻣﺎ ﻫﻰ ﻗﻁﻌﺔ ﻣﻥ ﺍﻟﻧﺎﺭﻓﻟﻳﺄﺧﺫﻫﺎ ﺃﻭ ﻟﻳﺗﺭﻛﻬﺎ
Artinya :
Berkata kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah berkata kepada kami Ibrahim bin Sa’id dari Sholih dari Ibnu Syihab berkata : mengabarkan kepadaku ‘Urut bin Zubair bahwasanya Zainab binti Abi Salamah mengabarkan kepadanya bahwasanya Ummi Salamah Istri Nabi mengabarkan dari Nabi SAW, bahwasanya Beliau (Nabi SAW) mendengar pertengkaran di depan pintu kamarnya, maka beliau keluar (dari kamar untuk) menemui mereka. Kemudian Beliau bersabda : “Sesungguhnya Saya ini hanyalah manusia biasa. Sesungguhnya (orang yang terlibat pertengkaran) mendatangi Saya, maka mungkin sebagian dari kamu (yang bertengkar itu) lebih mampu (untuk berargumentasi) dari pada pihak lainnya, sehingga Saya menduga bahwa dialah yang benar. Lalu Saya memutuskan (perkara) itu dengan memenangkannya. Barang siapa yang Saya menangkan (perkaranya) dengan mengambil hak (saudara sesama) muslim, maka sesungguhnya (keputusan yang memenangkan dia itu merupakan) potongan api neraka yang saya berikan kepadanya. (terserah apakah) dia mengambilnya atau menolaknya.”(Riwayat Bukhari)
Hadits diatas juga diriwayatkan oleh Imam Muslim (No. 3231) dengan sanad yang berbeda. Hadits diatas menjelaskan tentang tata cara seorang hakim dalam memutuskan persoalan. Dalam memutuskan perkara, hakim di tuntut untuk memutuskan berdasarkan apa yang nampak pada dzahirnya saja. Keputusan yang diberikan seorang hakim bukanlah suatu ukuran kebenaran. Hakim memutuskan berdasarkan ijtihad yang dilakukannya setelah mendengarkan kesaksian yang disampaikan oleh para saksi dan pihak pihak yang berperkara dan disertai dengan bukti-bukti bila ada.
Apabila kesaksian dan bukti tersebut dianggap lebih kuat dari pihak lain, maka pihak tersebutlah yang harus dimenangkan, meskipun pada kenyataannya keputusan tersebut salah. Hal ini seperti pendapat yang dikemukakan oleh madzhab maliki, syafi’i, ahmad dan para fuqoha mesir. Keputusan yang dibuat oleh hakim tidak dapat menghalalkan yang haram dan tidak dapat pula mengharamkan yang halal.
Dalam memutuskan persoalan, hakim harus mendengarkan kesaksian dari kedua belah pihak. Seseorang yang menuntut/ mendakwa harus dapat mendatangkan bukti sedangkan pihak yang didakwa/ yang mengingkari diwajibkan untuk bersumpah. Seperti yang diterangkan dalam hadits rasulullah yang artinya :
Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya radhiallahu 'anhum, bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda: "Pembuktian diwajibkan atas orang yang menuduh, dan sumpah atas orang yang dituduh." (Hadits Shahih riwayat Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)
Abu hanifah, ulama-ulama Andalusi dan beberapa ulama lainnya mengatakan bahwa hakim tidak boleh memutuskan sebuah perkara dengan mendengarkan kesaksian dari salah satu pihak. Sebab apabila hakim memutuskan perkara dengan kesaksian slah satu pihak, hal tersebut akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk merebut hak orang lain.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda: "Seandainya manusia diberikan apa yang mereka tuntut, sungguh mereka akan meminta darah dan harta orang lain, akan tetapi sumpah diwajibkan atas orang yang dimintai hak (terdakwa)." (Muttafaqun 'alaihi)
Adapun keputusan yang dibuat hakim jika keputusan tersebut salah dan hal itu disebabkan karena kesaksian palsu yang diberikan sdalah satu dari kedua pihak yang bersengketa, maka keputusan tersebut bukanlah menjadi tanggung jawab hakim.
Didalam sebuah hadits dijelaskan tentang pahala ijtihad yang dilakukan oleh seorang hakim yang artinya :
Hadits riwayat Amru bin Ash Radhiyallahu’anhu, Bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. bersabda: ”Apabila seorang hakim memutuskan perkara dengan berijtihad, kemudian ia benar, maka ia mendapatkan dua pahala. Dan apabila ia memutuskan perkara dengan berijtihad, lalu salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (Shahih Muslim No.3240)
Adapun perkara yang dimenangkan oleh hakim bagi kelompok yang bersumpah palsu, digambarkan oleh rasulullah sebagai potongan api neraka. Dan kalimat “(terserah apakah) dia mengambilnya atau menolaknya” bukanlah merupakan sebuah pilihan, melainkan sebuah penegasan tentang hukuman baginya.
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya :
"Barangsiapa menuntut sesuatu yang bukan haknya, maka ia bukan dari golongan kami, dan hendaknya ia mempersiapkan tempat duduknya dari api Neraka." (Hadits Shahih riwayat Ibnu Majah dan Muslim)
Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda: "Barangsiapa bersumpah untuk mengambil harta seorang muslim, padahal ia berdusta dalam sumpahnya itu. Sungguh ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan Allah murka kepadanya." (Muttafaqun 'alaihi)
Dari Abu Umamah al-Haritsi radhiallahu 'anhu, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda: "Tidaklah seseorang mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya kecuali Allah mengharamkan Surga baginya dan mewajibkan baginya untuk masuk Neraka." Seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, walaupun hanya sesuatu yang tidak berharga?" Beliau bersabda, "Walaupun itu hanya sebuah siwak dari pohon arak." (Hadits Shahih riwayat Ibnu Majah, dan hadits serupa riawat Muslim dan an-Nasaa'i)



No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda Di Sini