Tuesday, October 30, 2012

Zakat Profesi


ZAKAT PROFESI

Belakangan ini pekerjaan/profesi menjadi sumber pendapatan yang utama bagi masyarakat. Pekerjaan/ profesi ada dua jenis. Yang pertama yaitu pekerjaan yang murni dari hasil sendiri tanpa bergantung kepada orang lain, karena keahlian tangan atupun otak. Penghasilan yang diperoleh dari jenis ini disebut penghasilan professional, seperti penghasilan seorang dokter, konsultan, pengacara, seniman, dll. Yang kedua yaitu penghasilan yang diperoleh dari pihak lain yang berupa gaji atau honor, seperti Karyawan, PNS, dll.
Yang menjadi persoalan adalah, wajibkah kedua jenis pendapatan tersebut dikeluarkan zakatnya, ataukah tidak…? Sedangkan tidak ada nash yang secara khusus & detail menerangkan hal tersebut. Bila wajib, berapakah nisabnya, besar zakatnya, dan bagaimana tinjauan fikih Islam tentang masalah itu?
Bentuk-bentuk  penghasilan yang modern, volumenya yang besar, dan sumbernya yang  luas itu, merupakan sesuatu yang tidak banyak dikenal oleh para ulama fikih pada masa silam. Lain halnya dengan bentuk pendapatan lain yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan, dan perniagaan, yang mendapat porsi pembahasan yang sangat mendetail.
Pada dasarnya para ulama bersepakat bahwa profesi merupakan suatu bentuk penghasilan yang harus dikeluarkan zakatnya. Kewajiban zakat ini berdasarkan keumuman kandungan makna ayat-ayat Al-Qur'an maupun Hadits  tentang perintah zakat.
Firman allah :
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Artinya :
"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bahagian". (QS. Adz-Dzaariyaat : 19)

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya :
"Ambillah olehmu zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (At-Taubah: 103)

Hadist Nabi SAW :
"Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu".(HR. AL Bazar dan Baehaqi)

Zakat profesi sejalan dengan tujuan disyariatkannya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta serta menolong para mustahiq.
Ditinjau dari sisi lain, zakat profesi sangat sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam. Coba bayangkan, sungguh tidak adil bilamana seorang petani yang bekerja sangat keras untuk mewujudkan hasil pertaniannya, setiap panen tiba harus mengeluarkan zakat pertanian sebesar 5 hingga 10 % sementara kaum professional yang memiliki penghasilan lebih besar dari petani tersebut tidak dikenai zakat.
 Dari aspek social, zakat profesi sejatinya sangat berperan bagi perwujudan keadilan sosial. Menurut Ahmad Gozali, Perencana Keuangan Safir Senduk dan Rekan, di dalam majalah Sharing zakat adalah investasi sosial. Selain pahalanya disebutkan secara tegas di dalam Al-Qur'an bahwa setiap harta yang kita keluarkan akan mendapat balasan sebesar 700 kali lipat,  entah dengan harta yang sama maupun dalam bentuk yang berbeda yang tidak kita sadari, dengan berzakat kita telah berperan secara aktif dalam memerangi kemiskinan. Keuntungan lain bagi orang yang berzakat, sejalan dengan menurunnya tingkat kemiskinan tingkat kriminalitas juga semakin menurun sehingga lingkungan kerja dan usaha semakin kondusif.
Namun dalam hal penerapannya, terdapat perbedaan pendapat dalam kalangan ulama tentang tekhnik pengeluarannya, yaitu menyangkut waktu pengeluarannya, kadar zakatnya serta nisabnya.

Waktu
Menyangkut waktu pengeluarannya, para ulama berbeda pendapat tentang apakah mengharuskan adanya haul ataukah tidak. Dalam hal nisab para ulama berselisih apakah menggunakan nisab emas dan perak ataukah menggunakan nisab zakat tanaman. Dalam hal kadar zakatnya, mereka berbeda pendapat tentang apakah menggyunakan kadar zakat emas dan perak yang sebesar 2,5 % ataukah menggunakan kadar zakat tanaman yaitu sebesar 5-10%.
Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari zakat profesi :
1.      Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat.
2.      Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
3.       Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatka harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen.

Nisab
Muhammad Ghazali cenderung untuk mengukurnya menurut ukuran tanaman dan buah-buahan. “Siapa yang memiliki pendapatan  tidak kurang dari pendapatan seorang petani yang wajib mengeluarkan zakat maka orang itu wajib mengeluarkan zakatnya.” Nisab zakat tanaman dan buah-buahan (Pertanian) sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 7.000/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan 7000 menjadi sebesar Rp 3.640.000.
Menurut Yusuf Qardhawi, Banyak orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka yang paling baik adalah menetapkan nisab zakat profesi tersebut berdasarkan nisab uang. Nishab zakat harta adalah sebesar 85 gram emas. Jika di asumsikan harga emas Rp. 200.000/ gram, maka nisab zakatnya sebesar Rp. 17.000.000 maka jika seseorang berpenghasilan bersih sebesar Rp. 17.000.000 maka wajib atasnya mengeluarkan zakat.
Kadar Zakat penghasilan
Menurut Dawam Rahardjo, Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Ia menyutujui persepsi umum bahwa zakat Non pertanian itu tarifnya hanya 2,5%. Oleh karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor.
Menurut Yusuf Qardhawi penghasilan yang diperoleh dari modal saja atau dari modal kerja seperti penghasilan pabrik, gedung, percetakan, hotel, mobil, kapal terbang dan semisalnya, maka besar zakatnya adalah sepersepuluh (10 %) dari pendapatan bersih setelah  biaya, hutang, kebutuhan-kebutuhan pokok dan lain-lainnya dikeluarkan, berdasarkan qias kepada penghasilan dari hasil  pertanian yang diairi tanpa ongkos tambahan. Pendapat tersebut diamil dari pendapat Abu Zahrah.
Tetapi pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan saja seperti pendapatan pegawai dan golongan profesi yang mereka peroleh dari pekerjaan mereka, maka besar zakat yang wajib dikeluarkan adalah seperempat puluh (2,5 %), sesuai dengan keumuman nash yang mewajibkan zakat uang sebanyak seperempat puluh, baik harta penghasilan maupun yang harta yang bermasa tempo, dan sesuai dengan kaedah Islam yang menegaskan bahwa kesukaran dapat meringankan besar kewajiban serta mengikuti tindakan Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah yang  telah memotong sebesar tertentu, berupa zakat, dari gaji para tentara dan para penerima gaji lainnya langsung di dalam kantor pembayaran gaji, juga sesuai dengan apa yang diterapkan oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz. 

Perhitungan Zakat Profesi
Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
Secara langsung, zakat dihitung dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah.
Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan.


No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda Di Sini