Tuesday, November 6, 2012

Hukum Perkawinan


HUKUM PERKAWINAN

Keluarga merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak anak mereka yang berdiam dalam suatu tempat tinggal. Hal ini diakibatkan adanya perkawinan. Perkawinan pada dasarnya bertujuan untuk membina rumah tangga/ kelaurga yang sejahtra, bahagia dan abadi yang didasarkan kepercayaan/ agama masing masing pelakunya.
Dalam melangsungkan perkawinan terdapat persyaratan yang harus dipenuhi oleh masing masing pihak, yang mana persyaratan tersebut akan menjadi tolok ukur sah atau tidaknya perkawinan tersebut. Syarat syarat tersebut dapat berupa persyaratan yang berasal dari hukum pemerintah maupun hukum agama masing masing.
Dengan adanya perkawinan, akan menimbulkan implikasi hukum dan adanya hak dan kewajiban yang harus di penuhi oleh masing-masing pihak (suami dan istri) yang merupakan fungsi dari setatus mereka.

PEMBAHASAN

A.     Pengertian, Asas, dan Tujuan Perkawinan
  1. Pengertian Perkawinan
Menurut ketentuan pasal 1 undang-undang perkawinan no 1 tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Ikatan lahir adalah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang, yang mana mengikat kedua belah pihak dan pihak lain dalam masyarakat. Ikatan batin adalah hubungan tidak formal yang dibentuk dengan kemauan bersama yang sungguh sungguh, yang mengiokat kedua belah pihak saja.
Antara seorang pria dan wanita, artinta dalam satu masa ikatan lahir batin itu hanya terjadi antara seorang pria dan seorang wanita saja. Seorang pria artinya seorang yang berjenis klamin pria, sedangkan seorang wanita maksudnya seorang yang berjenis klamin wanita, yang mana jenis klamin ini adalah kodrat (karunia) dari tuhan, bukan bentukan manusia.
Suami istri adalah fungsi masing masing pihak sebagai akibat dari ikatan lahir batin tersebut. Tidak ada ikatan lahir batin berarti tak ada fungsi sebagai suami istri.
  1. Asas Perkawinan
Di dalam undang undang perkawinan no 1 tahun 1974 terdapat beberapa asas yang mendasari ketentuan-ketentuan dalam undang-undang perkawinan dan peraturan peraturan pelaksanaannya. Asas-asas itu dapat diperinci dan di uraikan sebagai berikut :
a.       Perkawinan monogami
Dalam satu masa, perkawinan itu hanya dibolehkan antara seorang pria dan seorang wanita. Ini mengandung arti bahwa dalam waktu yang sama seorang suami dilarang menikah lagi dengan wanita lainnya.
b.      Kebebasan kehendak
Perkawinan harus didasarkan persetujuan bebas antara seorang pria dengan seorang wanita yang akan melangsungkan pernikahan. Persetujuan bebas maksudnya perkawinanharus didasarkan suka sama suka, dan tidak ada paksaan dari pihak lain, walaupun itu dari orang tua sendiri.
c.       Pengakuan klamin secara kodrati
Kelamin pria dan wanita adalah kodrat yang di ciptakan oleh allah swt, bukan bentukan manusia. Karena kemajuan ilmu dan tekhnologi, manusia sudah mampu mengubah bentuk klamin pria menjadi klamin wanita dan sebaliknya. Pria yang menjadi wanita karena oprasi klamin ni tidak termasuk dalam arti wanita dalam undang-undang ini.
d.      Tujuan perkawinan
Setiap perkawinan harus mempunyai tujuan membentuk keluarga/ rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan ketentuan tuhan yang maha esa. Perkawinan yang tidak  mempunyai tujuan ini bukan perkawinan dalam arti undang-undang ini.
e.       Perkawinan kekal
Sekali perkawinan dilakukan, berlangsunglah ia seumur hidup, tidak boleh diputuskan begitu saja. Perkawinan kekal tidak mengemal batas waktu. Perkawinan yang bersifat ementara bertentangan dengan asas ini. Jika dilakukan juga maka perkawinan itu batal.
f.        Perkawinan menurut hukum agama
Perkawinan baru dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum agama yang dianut oleh pihak yang akan menikah itu. Kedua belah pihak yang akan menikah itu haruslah menganut agama yang sama. Jika kedua belah pihak tersebut berlainan agama, maka perkawinan itu tidakdapat dilangsungkan, kecuali jika salah satu pihak mengikuti agama pihak lainnya.
g.       Perkawinan terdaftar
Setiap perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama sah menurut hukum positif, apabila didaftarkan pada lembaga pencatat perkawinan. Perkawinan yang tidak tercatat tidak akan diakui sah menurut undang-undang ini.
h.       Kedudukan suami istri seimbang.
Suami istri memiliki kedudukan seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bermasyarakat. Masing-mas8ing pihak berhak melakukan perbuatan hukum. Suami sebagai kepala keluarga, istri sebagai ibu rumah tangga. Diantara keduanya suami-istri itu tidak ada yang satu mempunyai kedudukan diatas atau dibawah yang lainnya.
i.         Poligami sebagai pengecualian
Dalam keadaan tertentu monogami boleh disimpangi oleh mereka yang diperbolehkan ajaran agamanya untuk melakukan poligami, dengan alasan dan syarat-syarat yang sangat berat.
j.        Batas minimal usia kawin
Perkawinan dapat dilangsungkan oleh mereka yang sudah dewasa, yaitu sudah genap 21 tahun. Tetapi apabila sebelum 21 tahun mereka akam melangsungkan pernikahan, batas umur minimal bagi wanita 16 tahun dan bagi pria 19 tahun.
k.      Membentuk keluarga sejahtra
Asas ini ada hubungan dengan tujuan perkawinan yaitu keluarga bahagia dan sejahtra. Bahagia artinya ada kerukunan, sejahtra artinya cukup sandang, pangan perumahan yang layak diantara jumlah anggota keluarga yang relatif kecil.
l.         Larangan dan pembatalan perkawinan
Perkawinan dilarang dalam hubungan dan keadaan tertentu menurut agama dan hukum positif, misalnya karena hubungan darah terlalu dekat, karena semenda, telah bercerai tiga kali, belum habis masa tunggu. Apabila perkawinan dilangsungkan padahal ada larangan, atau tidak dipenuhi syarat-syarat, perkawinan itu dibatalkan.
m.     Tanggung jawab perkawinan dan perceraian
Akibat perkawinan suami-istri dibebani dengan tanggung jawab. Demikian pula apabila terjadi perceraian, kedua bekas suami istri itu menanggung segala akibat dari perceraian itu. Tenggung jawab ini meliputi tanggung jawab terhadap anak dan tanggung jawab terhadap harta kekayaan.
n.       Kebebasan mengadakan janji perkawinan
Sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak boleh mengadakan perjanjian perkawinan, asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan agama dan kesusilaan. Taklik talak tidak termasuk dalam janji perkawinan.

o.      Pembedaan anak sah dengan anak tidak sah
Pembedaan ini perlu untuk mengurangi kemungkinan kelahiran seselum perkawinan dilangsungkan dan juga ada hubungannya dengan hak mewaris.
p.      Perkawinan campuran
Perkawinan campuran terjadi apabila pria dan wanit yang kawin itu berlainan kewarga negaraan dan salah satunya berkewarga negaraan indonesia. Berlainan agama bukan perkawinan campuran, dan tidak dapat dilakukan perkawinan.
q.      Perceraian dipersulit
Asas ini ada hubungannya dengan tujuan perkawinan kekal, dan kebebasan kehendak untuk kawin. Asas ini menuntut kesadaran pihak-pihak untuk berfikir dan bertindak secara matang dan dewasa sebelum melangsungkan perkawinan. Sekali perkawinan dilangsungkan, sulit untuk dilakukan perceraian.
r.        Hubungan dengan pengadilan
Setiap perbuatan hukum tertentu yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan, pelaksanaan perceraian, serta akibat-akibat hukumnya selalu dimintakan campur tangan hakim (pengadilan agama bvagi yang beragama islam, pengadilan negeri bagi yang tidak beragama islam). Perbuatan hukum itu misalnya izin kawin, pelaksanaan talak, perselisihan mengenai harta perkawinan, tentang perwalian, tentang status anak.
  1. Tujuan Perkawinan
Menurut ketentuan pasal 1 uup, tujuan perkawinan ialah membentuk keluarga/ rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Membentuk keliuarga artinya membentuk kesatuan masyarakat kecil terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Membentuk rumah tangga artinya membentuk kesatuan hubungan suami istri dalam satu wadah yang disebut rumah kediaman bersama.
Bahagia artinya ada kerukunan dalam hubungan antar suami istri, atau antara suami, istri, dan anak-anak dalam rumah tangga. Kekal artinya berlangsung terus menerus seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja atau di bubarkan menurut kehendak pihak-pihak.
Perkawinan berdasarkan ketentuan tuhan yang maha esa, artinya perkawinan tidak terjadi begitu saja menurut kemauan pihak-pihak, melainkan sebagai karunia dari tuhan kepada manusia sebagai makhlik beradab. Karena itu perkawinan dilakukan secara berkeadaban pula, sesuai dengan ajaran agama yang di turunkan tuhan kepada manusia.

B.     Syarat-Syarat Perkawinan
Yang dimaksud dengan syarat ialah segala hal yang harus dipenuhi berdasarkan peraturan undang-undang.  Syarat perkawinan adalah segala hal mengenai perkawinan yang harus dipenuhi berdasarkan peraturan undang-undang, sebelum perkawinan dilangsungkan.
Ada dua macam syarat perkawinan, yaitu syarat-syarat material dan syarat-syarat formal. Syarat-syarat material adalah syarat yang ada dan melekat pada diri pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan, atau disebut juga syarat-syarat subjektif. Syarat-syarat formal adalah tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan menurut hukum agama dan undang-undang, atau disebut juga syarat-syarat objektif.
1.      Syarat-syarat perkawinan monogami
O       Persetujuan kedua calon mempelai
O       Pria sudah berumur 19 tahun, dan wanita sudah berumur 16 tahun
O       Izin orang tua/ pengadilan jika belum berumur 21 tahun
O       Tidak masih terikat dalam suatu perkawinan
O       Bagi janda sudah lewat waktu iddah/tunggu
O       Sudah memberi tahu petugas pencatat nikah 10 hari sebelum dilangsungkan perkawinan
O       Tidak ada yang mengajukan pencegahan
O       Tidak ada larangan perkawinan
2.      Syarat-syarat perkawinan poligami
Menurut ketentuan pasal 3 uup, pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya diperbolehkan memiliki satu orang istri. Pengadilan dapat memberikan izin bagi suami untuk beristri lagi apabila dikehendaki oleh pihak-pihak terkait. Artinya suami menghendaki untuk beristri lagi dan sang istri tidak keberatan dengan perkawinan itu.
Namun harus ada alasan-alasan yang kuat sehingga seorang suami diperbolehkan menikah lagi, dan alasan-alasan itu cukup dipenuhi salah satunya saja, alasan-alasan itu adalah :
O       Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
O       Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
O       Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Apabila salah satu alasan diatas dipenuhi, suami masih harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam uup pasal 5, syarat-syarat tersebut adalah :
O       Adanya persetujuan dari istri/istri-istri
O       Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan istri-istri dan anak-anak mereka
O       Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.

C.     Tata Cara Melangsungkan Perkawinan
1.      Penelitian dan pengumuman
Menurut ketentuan pasal 6 pp no 9 tahun 1975, pegawai pencatat nikah yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut undang-undang dan agama. Penelitian itu dilakukan terhadap surat-surat keterangan yang diperlukan, yang membuktikan syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi.
Setelah dipenuninya syarat-syarat pemberitahuan serta tidak ada halangan perkawinan, pegawai pencatat nikah menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan pernikahan. Pengumuman ini bertujuan  untuk memberikan kesempatan  kepada umum untuk mengetahui dan mengajukan keberatan jika yang demikian itu diketahuinya bertentangan dengann hukum agama yang bersangkutan atau bertentangan dengan peraturan undang-undang lainnya.
  1. Tata cara perkawinan
Dalam tenggang waktu sepuluh hari sejak pengumuman yang dilakukan oleh pegawai pencatat nikah tidak ada keberatan dari pihak-pihak yang berkepentingan, maka pemberitahuan kehendak melangsungkan pernikahan dianggap memenuhi syarat dan tidak ada halangan. Karena itu pelaksanaan perkawinan dapat segera dilangsungkan.
Menurut ketetapan pasal 10 pp no 9 tahun 1975, perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan. Tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agama. Perkawinan dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.

D.    Akibat Hukum Adanya Perkawinan
Ada kemungkinan jika perkawinan yang sudah dilangsungkan itu justru tidak memenuhi salah satu syarat perkawinan, baik sarat material maupun syarat formal. Tegasnya apa akibat perkawinan yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat tersebut?
Sah atau tidaknya perkawinan bergantung dengan terpenuhinya syarat perkawinan baik itu syarat material maupun syarat formal. Tidak sahnya perkawinan itu ada dua macam, tidak sah relatif dan tidak sah absolut.
Perkawinan yang tidak sah relatif adalah perkawinan yang tidak memenuhi persyaratan yang diatur oleh negara/ dalam undang-undang. Sedangkan perkawinan yang tidak sah absolut adalah perkawinan yang tidak memenuhi syarat yang di atur oleh agama.

E.     Perkawinan Campuran
perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang berlainan kewarga negaraan dan salah satu pihak berkewarga negaraan indonesia. Dari definisi diatas dapat diketahui unsur unsur perkawinan campuran sbb :
  1. perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
  2. di indonesia tunduk pada hukum yang berlainan
  3. karena perbedaan kewarga negaraan
  4. salah satu pihak berkewarga negaraan indonesia.
Perkawinan campuran dapat dilakukan di indonesia dan dapat pula dilakukan diluar indonesia. Apabila dilangsungkan di Indonesia maka perkawinan tersebut tunduk terhadap uup yang ada di Indonesia.

F.      Putusnya Perkawinan dan Akibatnya
  1. Penyebab putusnya perkawinan
Menurut ketentuan pasal 38 uup, perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan putusan pengadilan. Putusnya perkawinan karena kematian sering disebut dengan cerai mati, sedangkan putusnya perkawinan karena perceraian ada dua yaitu cerai gugat dan cerai talak. Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan disebut cerai batal.
Mengenai pembatalan perkawinan harus duilakukan melalui pengadilan, katrena perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. Ada dua kemungkinan sesudah pembatalan perkawinan tersebut, yaitu setelah syarat-syaratnya terpenuhi perkawinan dapat dilangsungkan kembali, atau karena adanya penghalang/ larangan perkawinan, maka tidak mungkin dilangsungkan kembali.
  1. Akibat putusnya perkawinan
a.       Akibat terhadap anak dan istri
O       Bapak dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka semata-mata untuk kepentingan anak. Apabila terdapat perselisihan tentang hak asuh anak, pengadilan yang memutuskan.
O       Bapak bertanggung jawab atas segala biaya pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut. Apabila bapak tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka ibu juga ikut memikul biaya tersebut.
O       Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada bekas istri, dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri.
b.      Akibat terhadap harta perkawinan
Untuk harta bawaab dan harta perolehan, harta tersebut tetap dikuasai oleh masing masing pihak. Namun mengenai harta bersama, menurut ketentruan pasal 37 uup, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Maksudnya ialah diatur menutrut hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.

DAFTAR BACAAN

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006)
Muhammda, Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 2000)


No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar Anda Di Sini