HUKUM PERKAWINAN
Keluarga merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami,
istri dan anak anak mereka yang berdiam dalam suatu tempat tinggal. Hal ini
diakibatkan adanya perkawinan. Perkawinan pada dasarnya bertujuan untuk membina rumah tangga/ kelaurga
yang sejahtra, bahagia dan abadi yang didasarkan kepercayaan/ agama masing
masing pelakunya.
Dalam melangsungkan perkawinan
terdapat persyaratan yang harus dipenuhi oleh masing masing pihak, yang mana
persyaratan tersebut akan menjadi tolok ukur sah atau tidaknya perkawinan
tersebut. Syarat syarat tersebut dapat berupa persyaratan yang berasal dari
hukum pemerintah maupun hukum agama masing masing.
Dengan adanya perkawinan, akan
menimbulkan implikasi hukum dan adanya hak dan kewajiban yang harus di penuhi
oleh masing-masing pihak (suami dan istri) yang merupakan fungsi dari setatus
mereka.
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Asas, dan
Tujuan Perkawinan
- Pengertian Perkawinan
Menurut
ketentuan pasal 1 undang-undang perkawinan no 1 tahun 1974, perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri
dengan tujan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
yang maha esa.
Ikatan
lahir adalah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang,
yang mana mengikat kedua belah pihak dan pihak lain dalam masyarakat. Ikatan
batin adalah hubungan tidak formal yang dibentuk dengan kemauan bersama yang
sungguh sungguh, yang mengiokat kedua belah pihak saja.
Antara
seorang pria dan wanita, artinta dalam satu masa ikatan lahir batin itu hanya
terjadi antara seorang pria dan seorang wanita saja. Seorang pria artinya
seorang yang berjenis klamin pria, sedangkan seorang wanita maksudnya seorang
yang berjenis klamin wanita, yang mana jenis klamin ini adalah kodrat (karunia)
dari tuhan, bukan bentukan manusia.
Suami istri
adalah fungsi masing masing pihak sebagai akibat dari ikatan lahir batin
tersebut. Tidak ada ikatan lahir batin berarti tak ada fungsi sebagai suami
istri.
- Asas Perkawinan
Di dalam undang
undang perkawinan no 1 tahun 1974 terdapat beberapa asas yang mendasari
ketentuan-ketentuan dalam undang-undang perkawinan dan peraturan peraturan
pelaksanaannya. Asas-asas itu dapat diperinci dan di uraikan sebagai berikut :
a. Perkawinan monogami
Dalam satu masa, perkawinan
itu hanya dibolehkan antara seorang pria dan seorang wanita. Ini mengandung
arti bahwa dalam waktu yang sama seorang suami dilarang menikah lagi dengan
wanita lainnya.
b. Kebebasan kehendak
Perkawinan harus didasarkan
persetujuan bebas antara seorang pria dengan seorang wanita yang akan
melangsungkan pernikahan. Persetujuan bebas maksudnya perkawinanharus
didasarkan suka sama suka, dan tidak ada paksaan dari pihak lain, walaupun itu
dari orang tua sendiri.
c. Pengakuan klamin secara
kodrati
Kelamin pria dan wanita adalah
kodrat yang di ciptakan oleh allah swt, bukan bentukan manusia. Karena kemajuan
ilmu dan tekhnologi, manusia sudah mampu mengubah bentuk klamin pria menjadi
klamin wanita dan sebaliknya. Pria yang menjadi wanita karena oprasi klamin ni
tidak termasuk dalam arti wanita dalam undang-undang ini.
d. Tujuan perkawinan
Setiap perkawinan harus
mempunyai tujuan membentuk keluarga/ rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan
ketentuan tuhan yang maha esa. Perkawinan yang tidak mempunyai tujuan ini bukan perkawinan dalam
arti undang-undang ini.
e. Perkawinan kekal
Sekali perkawinan dilakukan,
berlangsunglah ia seumur hidup, tidak boleh diputuskan begitu saja. Perkawinan
kekal tidak mengemal batas waktu. Perkawinan yang bersifat ementara bertentangan
dengan asas ini. Jika dilakukan juga maka perkawinan itu batal.
f.
Perkawinan menurut hukum agama
Perkawinan baru dianggap sah
apabila dilakukan menurut hukum agama yang dianut oleh pihak yang akan menikah
itu. Kedua belah pihak yang akan menikah itu haruslah menganut agama yang sama.
Jika kedua belah pihak tersebut berlainan agama, maka perkawinan itu tidakdapat
dilangsungkan, kecuali jika salah satu pihak mengikuti agama pihak lainnya.
g. Perkawinan terdaftar
Setiap perkawinan yang
dilakukan menurut hukum agama sah menurut hukum positif, apabila didaftarkan
pada lembaga pencatat perkawinan. Perkawinan yang tidak tercatat tidak akan
diakui sah menurut undang-undang ini.
h. Kedudukan suami istri
seimbang.
Suami istri memiliki kedudukan
seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bermasyarakat.
Masing-mas8ing pihak berhak melakukan perbuatan hukum. Suami sebagai kepala
keluarga, istri sebagai ibu rumah tangga. Diantara keduanya suami-istri itu
tidak ada yang satu mempunyai kedudukan diatas atau dibawah yang lainnya.
i.
Poligami sebagai pengecualian
Dalam keadaan tertentu
monogami boleh disimpangi oleh mereka yang diperbolehkan ajaran agamanya untuk
melakukan poligami, dengan alasan dan syarat-syarat yang sangat berat.
j.
Batas minimal usia kawin
Perkawinan dapat dilangsungkan
oleh mereka yang sudah dewasa, yaitu sudah genap 21 tahun. Tetapi apabila
sebelum 21 tahun mereka akam melangsungkan pernikahan, batas umur minimal bagi
wanita 16 tahun dan bagi pria 19 tahun.
k. Membentuk keluarga sejahtra
Asas ini ada hubungan dengan
tujuan perkawinan yaitu keluarga bahagia dan sejahtra. Bahagia artinya ada
kerukunan, sejahtra artinya cukup sandang, pangan perumahan yang layak diantara
jumlah anggota keluarga yang relatif kecil.
l.
Larangan dan pembatalan perkawinan
Perkawinan dilarang dalam
hubungan dan keadaan tertentu menurut agama dan hukum positif, misalnya karena
hubungan darah terlalu dekat, karena semenda, telah bercerai tiga kali, belum
habis masa tunggu. Apabila perkawinan dilangsungkan padahal ada larangan, atau
tidak dipenuhi syarat-syarat, perkawinan itu dibatalkan.
m. Tanggung jawab perkawinan
dan perceraian
Akibat perkawinan suami-istri
dibebani dengan tanggung jawab. Demikian pula apabila terjadi perceraian, kedua
bekas suami istri itu menanggung segala akibat dari perceraian itu. Tenggung
jawab ini meliputi tanggung jawab terhadap anak dan tanggung jawab terhadap
harta kekayaan.
n. Kebebasan mengadakan janji
perkawinan
Sebelum atau pada saat
perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak boleh mengadakan perjanjian
perkawinan, asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
agama dan kesusilaan. Taklik talak tidak termasuk dalam janji perkawinan.
o. Pembedaan anak sah dengan
anak tidak sah
Pembedaan ini perlu untuk
mengurangi kemungkinan kelahiran seselum perkawinan dilangsungkan dan juga ada
hubungannya dengan hak mewaris.
p. Perkawinan campuran
Perkawinan campuran terjadi
apabila pria dan wanit yang kawin itu berlainan kewarga negaraan dan salah
satunya berkewarga negaraan indonesia. Berlainan agama bukan perkawinan
campuran, dan tidak dapat dilakukan perkawinan.
q. Perceraian dipersulit
Asas ini ada hubungannya
dengan tujuan perkawinan kekal, dan kebebasan kehendak untuk kawin. Asas ini
menuntut kesadaran pihak-pihak untuk berfikir dan bertindak secara matang dan
dewasa sebelum melangsungkan perkawinan. Sekali perkawinan dilangsungkan, sulit
untuk dilakukan perceraian.
r.
Hubungan dengan pengadilan
Setiap perbuatan hukum
tertentu yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan, pelaksanaan
perceraian, serta akibat-akibat hukumnya selalu dimintakan campur tangan hakim
(pengadilan agama bvagi yang beragama islam, pengadilan negeri bagi yang tidak
beragama islam). Perbuatan hukum itu misalnya izin kawin, pelaksanaan talak,
perselisihan mengenai harta perkawinan, tentang perwalian, tentang status anak.
- Tujuan Perkawinan
Menurut
ketentuan pasal 1 uup, tujuan perkawinan ialah membentuk keluarga/ rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Membentuk
keliuarga artinya membentuk kesatuan masyarakat kecil terdiri dari suami, istri
dan anak-anak. Membentuk rumah tangga artinya membentuk kesatuan hubungan suami
istri dalam satu wadah yang disebut rumah kediaman bersama.
Bahagia
artinya ada kerukunan dalam hubungan antar suami istri, atau antara suami,
istri, dan anak-anak dalam rumah tangga. Kekal artinya berlangsung terus
menerus seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja atau di bubarkan
menurut kehendak pihak-pihak.
Perkawinan
berdasarkan ketentuan tuhan yang maha esa, artinya perkawinan tidak terjadi
begitu saja menurut kemauan pihak-pihak, melainkan sebagai karunia dari tuhan
kepada manusia sebagai makhlik beradab. Karena itu perkawinan dilakukan secara
berkeadaban pula, sesuai dengan ajaran agama yang di turunkan tuhan kepada manusia.
B. Syarat-Syarat Perkawinan
Yang
dimaksud dengan syarat ialah segala hal yang harus dipenuhi berdasarkan
peraturan undang-undang. Syarat
perkawinan adalah segala hal mengenai perkawinan yang harus dipenuhi
berdasarkan peraturan undang-undang, sebelum perkawinan dilangsungkan.
Ada dua
macam syarat perkawinan, yaitu syarat-syarat material dan syarat-syarat formal.
Syarat-syarat material adalah syarat yang ada dan melekat pada diri pihak-pihak
yang melangsungkan perkawinan, atau disebut juga syarat-syarat subjektif.
Syarat-syarat formal adalah tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan
menurut hukum agama dan undang-undang, atau disebut juga syarat-syarat
objektif.
1. Syarat-syarat perkawinan
monogami
O
Persetujuan kedua calon mempelai
O
Pria sudah berumur 19 tahun, dan wanita sudah berumur 16 tahun
O
Izin orang tua/ pengadilan jika belum berumur 21 tahun
O
Tidak masih terikat dalam suatu perkawinan
O
Bagi janda sudah lewat waktu iddah/tunggu
O
Sudah memberi tahu petugas pencatat nikah 10 hari sebelum dilangsungkan perkawinan
O
Tidak ada yang mengajukan pencegahan
O
Tidak ada larangan perkawinan
2. Syarat-syarat perkawinan
poligami
Menurut
ketentuan pasal 3 uup, pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya
diperbolehkan memiliki satu orang istri. Pengadilan dapat memberikan izin bagi
suami untuk beristri lagi apabila dikehendaki oleh pihak-pihak terkait. Artinya
suami menghendaki untuk beristri lagi dan sang istri tidak keberatan dengan perkawinan
itu.
Namun harus
ada alasan-alasan yang kuat sehingga seorang suami diperbolehkan menikah lagi,
dan alasan-alasan itu cukup dipenuhi salah satunya saja, alasan-alasan itu
adalah :
O
Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
O
Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
O
Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Apabila
salah satu alasan diatas dipenuhi, suami masih harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam uup pasal 5, syarat-syarat tersebut adalah :
O
Adanya persetujuan dari istri/istri-istri
O
Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan istri-istri dan
anak-anak mereka
O
Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan
anak-anak mereka.
C. Tata Cara Melangsungkan
Perkawinan
1. Penelitian dan pengumuman
Menurut
ketentuan pasal 6 pp no 9 tahun 1975, pegawai pencatat nikah yang menerima
pemberitahuan kehendak nikah meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah
dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut undang-undang
dan agama. Penelitian itu dilakukan terhadap surat-surat keterangan yang diperlukan,
yang membuktikan syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi.
Setelah
dipenuninya syarat-syarat pemberitahuan serta tidak ada halangan perkawinan,
pegawai pencatat nikah menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan
kehendak melangsungkan pernikahan. Pengumuman ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada umum untuk mengetahui dan mengajukan
keberatan jika yang demikian itu diketahuinya bertentangan dengann hukum agama
yang bersangkutan atau bertentangan dengan peraturan undang-undang lainnya.
- Tata cara perkawinan
Dalam
tenggang waktu sepuluh hari sejak pengumuman yang dilakukan oleh pegawai
pencatat nikah tidak ada keberatan dari pihak-pihak yang berkepentingan, maka
pemberitahuan kehendak melangsungkan pernikahan dianggap memenuhi syarat dan tidak
ada halangan. Karena itu pelaksanaan perkawinan dapat segera dilangsungkan.
Menurut
ketetapan pasal 10 pp no 9 tahun 1975, perkawinan dilangsungkan setelah hari
kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan. Tata cara perkawinan dilakukan
menurut hukum masing-masing agama. Perkawinan dilaksanakan di hadapan pegawai
pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.
D. Akibat Hukum Adanya
Perkawinan
Ada
kemungkinan jika perkawinan yang sudah dilangsungkan itu justru tidak memenuhi
salah satu syarat perkawinan, baik sarat material maupun syarat formal.
Tegasnya apa akibat perkawinan yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi
syarat tersebut?
Sah atau
tidaknya perkawinan bergantung dengan terpenuhinya syarat perkawinan baik itu
syarat material maupun syarat formal. Tidak sahnya perkawinan itu ada dua
macam, tidak sah relatif dan tidak sah absolut.
Perkawinan
yang tidak sah relatif adalah perkawinan yang tidak memenuhi persyaratan yang
diatur oleh negara/ dalam undang-undang. Sedangkan perkawinan yang tidak sah absolut
adalah perkawinan yang tidak memenuhi syarat yang di atur oleh agama.
E. Perkawinan Campuran
perkawinan
campuran adalah perkawinan antara dua orang yang berlainan kewarga negaraan dan
salah satu pihak berkewarga negaraan indonesia. Dari definisi diatas dapat
diketahui unsur unsur perkawinan campuran sbb :
- perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
- di indonesia tunduk pada hukum yang berlainan
- karena perbedaan kewarga negaraan
- salah satu pihak berkewarga negaraan indonesia.
Perkawinan campuran dapat dilakukan di indonesia dan dapat pula dilakukan diluar indonesia.
Apabila dilangsungkan di Indonesia
maka perkawinan tersebut tunduk terhadap uup yang ada di Indonesia.
F. Putusnya Perkawinan dan
Akibatnya
- Penyebab putusnya perkawinan
Menurut
ketentuan pasal 38 uup, perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan
putusan pengadilan. Putusnya perkawinan karena kematian sering disebut dengan
cerai mati, sedangkan putusnya perkawinan karena perceraian ada dua yaitu cerai
gugat dan cerai talak. Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan disebut
cerai batal.
Mengenai
pembatalan perkawinan harus duilakukan melalui pengadilan, katrena perkawinan
tersebut tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. Ada dua kemungkinan sesudah
pembatalan perkawinan tersebut, yaitu setelah syarat-syaratnya terpenuhi
perkawinan dapat dilangsungkan kembali, atau karena adanya penghalang/ larangan
perkawinan, maka tidak mungkin dilangsungkan kembali.
- Akibat putusnya perkawinan
a. Akibat terhadap anak dan
istri
O
Bapak dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka
semata-mata untuk kepentingan anak. Apabila terdapat perselisihan tentang hak
asuh anak, pengadilan yang memutuskan.
O
Bapak bertanggung jawab atas segala biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
tersebut. Apabila bapak tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka ibu juga
ikut memikul biaya tersebut.
O
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan kepada bekas istri, dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas
istri.
b. Akibat terhadap harta
perkawinan
Untuk harta
bawaab dan harta perolehan, harta tersebut tetap dikuasai oleh masing masing
pihak. Namun mengenai harta bersama, menurut ketentruan pasal 37 uup, harta
bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Maksudnya ialah diatur menutrut
hukum agama, hukum adat dan hukum-hukum lainnya.
DAFTAR BACAAN
Ali,
Zainuddin, Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006)
Muhammda, Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra
Aditiya Bakti, 2000)
No comments:
Post a Comment
Berikan Komentar Anda Di Sini