Friday, July 3, 2009
Zakat Dan Pajak
Thursday, July 2, 2009
Ijaroh
PENDAHULUAN
Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Didalam pelaksanaan ijarah ini yang menjadi objek transaksinya adalah manfaat yang terdapat pada sebuah zat.
Untuk lebih jelasnya, didalam makalah ini akan dibahas permasalahan ijarah yang meliputi pengertian, dasar hukumnya, rukun dan syaratnya, serta hal-hal yang dapat membatalkannya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijarah
Ijarah berasal dari bahasa arab yaitu ”Ajaro” yang berarti upah atau pahala. Ijarah secara bahasa dimaknai dengan sewa menyewa dan upah. Idris Ahmad berpendapat bahwa ijarah adalah upah mengupah, sedangkan Kamaluddin A Marzuki menjelaskan makna ijarah sebagai sewa menyewa. Ijarah merupakan sebuah jenis transaksi yang memperjual beluikan manfaat suatu harta benda dan tenaga.
Menurut istilah syara’, beberapa ulama memiliki definisi masing masing mengenai ijarah ini, diantaranya :
1. Menurut Ulama Hanafiyah, Ijarah ialah : ”akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
2. Menurut Ulama Malikiyah, Ijarah ialah : ”Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.
3. Menurut Saikh Syihab Al-Din dan Saikh Umairah bahwa yang dimaksud dengan Ijarah ialah : ”akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberikan dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu.
4. Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie, Ijarah ialah : ”akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.
Berdasarkan definisi diatas, dapat dipahami bahwa ijarah adalah tukar menukar manfaat sesuatu dengan imbalan, dalam bahasa indonesia ijarah diterjemahkan dengan sewa menyewa dan upah mengupah. Sewa menyewa merupakan penjualan manfaat suatu barang, sedangkan upah mengupah adalah penjaulan manfaat tenaga atau kekuatan seseorang.
Landasan hukum yang dipergunakan sebagai rujukan tentang ijarah ini diambil dari beberapa ayat Al-Qur’an dan Sunnah Rosul :
Dalam al-qur’an allah swt berfirman :
”.....Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya.....” (Ath-Thalaq : 6)
”Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Al-Qashash : 26)
”Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering”. (H.R Ibnu Majjah)
Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”
”Dahulu kami menyewa tanah degan jalan membayar dengan tanaman yang tumbuh. Lalu Rosulullah SAW mwlarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak”. (Riwayat Ahmad dan Abu Daud)
Berdasarkan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits Rosul tersebut diatas, maka jelaslah bahwa Islam memperbolehkan adanya sewa menyewa baik itu berupa barang atau jasa (tenaga).
Adapun rukun dan syarat ijarah adalah sebagai berikut :
- Mu’jir dan musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah mengupah. Dalam hal upah mengupah, mu’jir adalah orang yang memberikan upah, sedangkan musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu. Dalam hal sewa menyewa, mu’jir adalah orang yang menyewakan sesuatu, sedangkan musta’jir adalah orang yang menyewa sesuatu. Disyaratkan kepada mu’jir dan musta’jir adalah orang yang baligh, barakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan harta), dan saling meridhai.
- Sighat ijab kabul antara mu’jir dan musta’jir.
- Ujrah (Upah / harga sewa), disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa menyewa ataupun upah mengupah.
- Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan.
Dari berbagai definisi yang telah disampaikan diatas, bahwa ijarah merupakan sebuah transaksi atas suatu manfaat, dalam hal ini maka manfaat menjadi ojek dalam ijarah. Dari segi ini, ijarah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ijarah yang mentransaksikan manfaat atas suatu barang, yang lazim disebut sewa menyewa, dan ijarah yang mentransaksikan manfaat sdm atau yang lazim disebut perburuhan.
Tidak semua harta benda dapat diakadkan ijarah, benda-benda tersebut haruslah memenuhi persyaratan berikut :
Manfaat dari objek harus diketahui secara jelas. Hal ini dapat diketahui dari pemeriksaan, atau pemilik memmberikan informasikan secara transparan tentang kualitas manfaat barang.
Objek ijarah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan menyewakan barang yang masih ada pada pihak ketiga.
Objek ijarah dan pemanfaatannya haruslah tidak bertentangan dengan hukum syara’.
Objek yang disewakan adalah manfaat langsung dari benda tersebut. Tidak dibenarkan menyewakan manfaat benda yang bersifat tidak langsung. Seperti menyewakan pohon untuk diambil buahnya, menyewakan ternak untuk diambil susunya, dll.
Harta yang menjadi objek haruislah harta yang bersifat isti’maly, yakni benda yang dapat dimanfaatkan berulangkali tanpa merusak zatnya. Karenamya menyewakan benda yang bersifat istihlaki (harta yang berkurang atau rusak zatnya karena pemakaian) tidak sah ijarah terhadapnya. Dalam hal ini terdapat sebuah kaidah :
”Setiap harta benda yang dimanfaatkan sedang zatnya tidak mengalami perubahan, boleh dijadikan jiarah, jika sebaliknya maka tidak boleh”.
Adapun ijarah yang mentraksasikan suatu pekerjaan atas seorang pekerja, harus memenuhi syarat berikut :
Pekerjaan tersebut harus jelas jenis pekerjaan dan batasan waktunya, serta tidak bertentangan dengan syari’at.
Pekerjaan tersebut bukanlah suatu yang memang menjadi kewajiban musta’jir (pekerja).
Jika Ijarah itu suatu pekerjan, maka kewajiban pembayaran upahya pada waktu berakhirnya pekerjaan. Jika akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan penangguhannya.
Sabda Rosulullah SAW :
”Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering”. (H.R Ibnu Majjah)
Menurut Abu Hanifah, wajib diserahkan upahnya secara berangsur sesuai dengan manfaat yang telah diterimanya.
Jika Ijarah tersebut berupa penyewaan, menurut Imam Syafi’i dan Ahmad, jika mu’jir telah menyerahkan zat benda yang disewakan kepada musta’jir, ia berhak menerima bayaran karena musta’jir (penyewa telah menerima manfaat dari barang yang disewakan. Jika menyewa barang, maka uang sewa dibayar ketika akad sewa, kecuali bila dalam akad ditentukan lain.
Upah yang adil :
Upah yang adil merupakan upah yang wajib diberikan kepada pekerja. Upah yang adil adalah upah yang setara yang ditentukan oleh upah yang diketahui (disetujui), yang menjadi acuan bagi kedua belah pihak. Tingkat upah ditentukan oleh tawar menawar antara pemberi kerja dengan pekerja. Upah yang setara diberikan sesuai dengan kualitas pekerjaan.
Ijarah akan menjadi batal apabila terdapat hal-hal berikut :
- Terjadi cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa
- Rusaknya barang yang disewakan, (seperti rumah yang menjadi runtuh)
- Rusaknya barang yang diupahkan (baju yang diupahkan untuk dijahit)
- Terpenuhinya manfaat yang diadakan, berakhirnya masa yang ditentukan, dan selesainya pekerjaan.
- Menurut ulama hanafiyah boleh fasakh (membatalkan) ijarah dari salah satu pihak.
Wednesday, June 17, 2009
Pihak Yang Harus Di Menangkan Dalam Peradilan
UANG DAN BANK
Monday, January 12, 2009
Komunitas Hijau Hitam

Hallo konco-konco semuanya, Salam Kenal………….!!!
Ne aq ada sedikit info, buat temen-temen yang pengen tau apa itu HMI n apa aja kegiatannya...?
Apa itu HMI…?
HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) merupakan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan ekstern yang bersifat independen dan berasaskan Islam. HMI didirkan pada tanggal 14 Robi’ul Awwal 1366 H yang bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 M di Yogyakarta oleh Prof. Lafran Pane (Alm) dan teman-teman kuliahnya di Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia/UII) Yogyakarta. HMI berdiri dengan dilatar belakangi oleh semangat Keislaman dan Kebangsaan dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
1. Tujuan umum :
a. Mempertahankan kemerdekaan
b. Mempertinggi harkat dan martabat bangsa Indonesia ( manusia berpendidikan)
2. Tujuan khusus :
a. Insan pencipta ( manusia pembaharu )
b. Insan pengabdi ( manusia yang ikhlas melakukan sesuatu demi kebaikan)
c. Insan yang bernafaskan Islam ( taat/tsiqoh terhadap syari’ah)
d. Insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi
Kegiatan-Kegiatan HMI
Ada dua bentuk kegiatan dalam HMI, yaitu:
1. Kegiatan formal yang ditekankan pada usaha kederisasi yang berupa:
a. Pembentukan integritas watak dan kepribadian
b. Pengembangan kualitas intelektual
c. Pengembangan kemampuan professional
Melalui kegiatan pentrainingan yang terdiri dari :
a. Basic Training ( LK I ) wawasan dasar-dasar keilmuan. Di dalam kota
b. Intermediate Training ( LK II ) wawasan Nasional. di dalam dan Luar Daerah
c. Advance Training ( LK III) wawasan internasional di luar daerah
2. Kagiatan non formal / sosial masyarakat
a. Bakti sosial
1) Mengadakan sunatan massal
2) Penyuluhan – penyuluhan kepada masyarakat dll.
3) Membantu program pemerintah sebagai mitra
b. Study tour & Tamasya ( keluar daerah )
c. Kajian keilmuan & keislaman ( diskusi )
d. Kegiatan pengembangan bakat
e. Dan masih banyak lagi
sadar diri tahu segala, salah paham adalah sumber bencana….!!!
“Saya setiap malam berHymne HMI, saya masih yakin HMI bisa membawa perubahan seperti sejarah bangsa ini yang pernah diwarnai oleh perjuangan HMI”
(DR. KH Sukri Zarkasyi Pengasuh pondok modern Gontor / Alumni)
“Negeri ini miniaturnya adalah HMI jadi, bagi mahasiswa yang ingin/puya minat membangun bangsa ini dan mengasah kemampuan sangat cocok bergabung dengan HMI.”
( Prof. Amin Rais mantan ketua MPR RI/ Alumni )
Mereka adalah sebagian dari kader-kader HMI. Masih banyak lagi bukti bahwa kader - kader HMI selalu ada untuk kontribusinya buat Negeri ini
Sekretariat :
Jl. Angklung A/IA Perveb Segiri
Contac Person :
Shiro : 085247846610
Dijah : 081253328886
Saifoel : 085250431017
Wednesday, January 7, 2009
Otonomi Daerah

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasa system penyelenggaraan pemerintahan merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan. Karena tidak mungkin pembahasan masalah otonomi daerah dibahas tanpa mempersandingkan dengan konsep desentralisasi. Bahkan menurut banyak kalangan otonomi daerah adalah desentralisasi itu sendiri. Pembahasan mengenai otonomi daerah akan diluaskan dengan memakai istilah desentralisasi.